Museum dan Gedung Bersejarah Terbengkalai, Pemprov Sulut Tuai Kritik

- Dua gedung bersejarah di Manado, Sulawesi Utara terbengkalai dan tak terawat
- Museum Negeri Sulut rusak dan tak terawat karena kurangnya anggaran dari pemerintah daerah
- Gedung Minahasa Raad juga mengalami nasib yang sama, tetapi pengelolaannya tak jelas
Manado, IDN Times – Terbengkalainya dua gedung bersejarah di Kota Manado, Sulawesi Utara, menuai sorotan sejak beberapa waktu lalu. Pertama, pada pertengah Februari 2025 heboh adanya spanduk bertuliskan “Museum Ini Dijual” di Museum Negeri Sulawesi Utara, Jalan WR Supratman, Kelurahan Lawangirung, Kecamatan Wenang, Kota Manado.
Kemudian, Gedung Minahasa Raad (eks Gedung DPRD) di Jalan Sam Ratulangi, Wenang, Manado juga tak terawat. Di dalamnya ada patung pahlawan Sam Ratulangi yang jatuh hingga rusak dan berserakan, namun diabaikan.
Kepala Dinas Kebudayaan Sulut, Jani Lukas, membenarkan hal tersebut. “Kalau yang spanduk itu ulah ASN di UPTD Museum Negeri Sulut,” kata Jani, Jumat (7/3/2025).
1.Banyak koleksi yang rusak

Jani tak menampik bahwa banyak koleksi dalam Museum Negeri Sulut yang rusak dan perlu perbaikan. Satu di antaranya adalah ikan purba Coelacanth yang sudah berjamur.
Ia menyebut bahwa anggaran terakhir yang diterima dari Direktorat Museum dan Cagar Budaya Kemendikbudristek (kala itu) sekitar tahun 2023 . “Itupun untuk pemeliharaan koleksi, sosailsasi, dan SDM. Jadi bukan untuk fisik,” tambahnya.
Dana tersebut sifatnya hanya pendamping, sehingga diharapkan pemerintah daerah turut mengalokasikan dana, namun tak ada. Selain tak terawat, jam operasional Museum Negeri Sulut juga tak jelas. Masyarakat umum tak bisa bebas mengakses museum tersebut, tetapi harus seizin UPTD Museum Negeri Sulut.
2.Tak kelola Gedung Minahasa Raad

Nasib yang sama juga menimpa Gedung Minahasa Raad di Jalan Sam Ratulangi. Halamannya dipenuhi gulma, hingga cat tembok gedungnya mengelupas.
Siapapun bebas keluar masuk gedung tersebut. Sayangnya jika masuk, yang tersisa hanya puing-puing patung hingga reruntuhan atap yang berserakan.
Jani mengaku tak tahu siapa pengelola gedung tersebut. Padahal, Gedung Minahasa Raad merupakan bekas gedung DPRD pada masa penjajahan Belanda, yang artinya termasuk bangunan bersejarah. “Pengelola gedung dan isinya bukan kami,” ujarnya.
3.Abaikan sejarah

Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Sulut, Raymond Mawikere, mengatakan bahwa pemasangan spanduk Museum Negeri Sulut dijual merupakan bentuk protes ASN di UPTD lantaran tak pernah diperhatikan. Ia juga mengkritik pemerintah daerah di Sulut yang seakan tak pernah berpihak pada sejarah. Tak hanya Museum Negeri Sulut dan Gedung Minahasa Raad yang terbengkalai, namun masih banyak lagi warisan bersejarah yang terbengkalai.
Raymond mengaku sudah berulang kali mengkritik Pemprov Sulut yang mengesampingkan pelestarian warisan bersejarah, namun bertepuk sebelah tangan. Padahal, warisan sejarah penting agar masyarakat tidak kehilangan identitasnya.
“Sebetulnya warisan bersejarah seperti itu bisa menjembatani generasi muda dan generasi tua. Jadi kalau itu hilang, ya kita juga tidak bisa menyalahkan generasi muda jika lupa dengan sejarah,” tambah Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi ini.
Ia pun menaruh harapan terhadap para kepala daerah yang baru saja dilantik. Raymond berharap pemerintahan baru bisa lebih merawat warisan sejarah di Sulut.