Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pemimpin aliran kepercayaan tarekat Tajul Al Khalwatiyah Puang Lalang (kiri) bersalaman dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Gowa Abu Bakar Paka (kanan) saat melakukan kesepakatan perdamaian di Masjid Agung Syekh Yusuf, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (6/2/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Makassar, IDN Times - Konflik antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Gowa dengan pimpinan Tarekat Ta’jul Khalwatiyah Syech Yusuf, Andi Malakuti alias Puang La’lang, berakhir. Kedua pihak menandatangani nota perdamaian di Masjid Syekh Yusuf Gowa, Kamis (6/1) kemarin.

Kuasa hukum Puang La'lang Muhammad Isra mengatakan, perdamaian terwujud setelah pihaknya memenuhi persyaratan yang sebelumnya dilayangkan oleh MUI Gowa. Syarat yang paling mendasar, pihak Puang La'lang mencabut somasi dalam konteks upaya hukum melalui jalur praperadilan, yang pernah dialamatkan kepada MUI.

Sebelumnya Puang La'lang dilaporkan oleh MUI ke polisi karena dugaan menyebar ajaran sesat. MUI juga mengeluarkan fatwa bahwa ajarannya sesat. Puang La'lang sempat mendekam di ruang tahanan selama tiga bulan, sebelum ditangguhkan baru-baru ini. 

"Setelah (proses) praperadilan itu, kemudian dari pihak MUI akhirnya minta menyelesaikan saja perkara ini, dengan pertimbangan ketertiban masyarakat Gowa," kata Isra kepada IDN Times saat dikonfirmasi, Jumat (7/1).

1. Terdalapat sejumlah pertimbangan sebelum kedua belah pihak berdamai

Puang La'lang saat keluar dari Rutan Kelas 1 Makassar. IDN Times / Istimewa

Proses perdamaian kemarin, disaksikan langsung musyawarah pimpinan daerah (Muspida) Pemkab Gowa, aparatur penegak hukum Gowa hingga sejumlah elemen masyarakat di Gowa. Isra menjelaskan, perdamaian ditempuh setelah mempertimbangkan sejumlah opsi yang pernah dibahas dalam pertemuan sebelumnya.

Pertimbangan itu, antara lain, demi terciptanya kondisi keamanan dan ketenteraman di tengah-tengah masyarakat.

"Bahwa perkara ini tidak membawa keuntungan sama sekali. Mempertimbangkan bahwa perkara ini adalah soal paham agama yang berbeda tafsir, kemudian untuk tidak memperpanjang pokok perkara ini yang seharusnya sampai ke meja persidangan," ungkap Isra.

2. Somasi ke MUI saat itu merupakan bentuk perlawanan dalam konteks hukum

Editorial Team

Tonton lebih seru di