Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Sekjen Kamaruddin Amin (kedua dari kiri), bersama Direktur Pesantren Basnang Said (kiri), Kepala Biro HKP Thobib Al-Asyhar (kedua dari kanan), anggota Dewan Hakim MQKI 2025 Abdul Moqsith (kanan). (Dok. Istimewa)
Sekjen Kamaruddin Amin (kedua dari kiri), bersama Direktur Pesantren Basnang Said (kiri), Kepala Biro HKP Thobib Al-Asyhar (kedua dari kanan), anggota Dewan Hakim MQKI 2025 Abdul Moqsith (kanan). (Dok. Istimewa)

Wajo, IDN Times – Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Kamaruddin Amin menegaskan bahwa Musabaqah Qira'atil Kutub (MQK) bukan sekadar ajang lomba membaca kitab. Melainkan wadah penting untuk melahirkan ulama muda dan memperkenalkan kekayaan budaya Islam Indonesia ke dunia.

Kamaruddin menyampaikan itu pada kegiatan Dialog Media dalam rangka Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025, di Sallo Hotel Sengkang, Kabupaten Wajo, Jumat (3/10/2025). Mengusung tema “Dari Tradisi Indonesia untuk Dunia”, kegiatan ini menandai pertama kalinya MQK diselenggarakan di level internasional.

“MQK adalah cara Kemenag merawat tradisi intelektual Islam yang diwariskan para ulama lewat kitab-kitab turats,” ujarnya.

MQKI Internasional 2025 digelar di Wajo pada 2 hingga 7 Oktober 2025. Kompetisi kitab kuning internasional ini diikuti peserta dari pondok pesantren seluruh Indonesia dan 10 negara di kawasan Asia Tenggara. Selain kompetisi, ajang ini juga diramaikan dengan halaqah ulama internasional, perkemahan pramuka santri nusantara, expo kemandirian pesantren, hingga pesantren hijau.

1. Tradisi kitab klasik untuk dunia modern

Peserta ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) I tahun 2025, yang digelar di Pondok Pesantren As'adiyah Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (IDN Times/Aan Pranata)

Kamaruddin menilai MQK memiliki arti strategis karena memperluas literasi keagamaan sekaligus mempromosikan wajah Islam Indonesia yang moderat dan damai. “Di dalam kitab-kitab itu tersimpan khazanah pemikiran, tafsir, fikih, hingga nilai-nilai moral yang relevan hingga kini,” jelasnya.

Menurutnya, lewat MQK, Indonesia menampilkan Islam yang berpadu dengan nilai-nilai budaya lokal, serta hidup harmonis dalam keberagaman. “Dengan literasi keagamaan yang semakin kuat, kita juga sekaligus mempromosikan budaya Indonesia ke mancanegara. Dunia perlu tahu, Indonesia adalah contoh negara yang bisa merawat tradisi Islam klasik dan tetap harmonis dalam keberagaman,” tegasnya.

2. Indonesia bisa jadi kiblat pendidikan agama di Asia Tenggara

Sekjen Kamaruddin Amin (kedua dari kiri), bersama Direktur Pesantren Basnang Said (kiri), Kepala Biro HKP Thobib Al-Asyhar (kedua dari kanan), anggota Dewan Hakim MQKI 2025 Abdul Moqsith (kanan). (Dok. Istimewa)

Dalam kesempatan itu, Kamaruddin juga menyoroti pentingnya peran Indonesia sebagai model kehidupan beragama global. “Secara etnis dan keberagaman, bisa dibilang kita itu sangat plural dan majemuk, namun situasinya sangat aman dan damai. Kita harus bisa menjadi kiblat kehidupan beragama, yang mencerminkan kedamaian dan kerukunan,” cetusnya.

Ia juga mengajak media untuk ikut menyuarakan nilai-nilai keagamaan yang berdampak positif bagi masyarakat. “Sebagai umat beragama yang baik, kita harus memberikan dampak yang baik juga kepada kehidupan sosial di masyarakat,” imbuhnya.

Menutup pernyataannya, Kamaruddin optimistis bahwa MQK dan berbagai program penguatan pendidikan Islam lainnya dapat menjadikan Indonesia sebagai kiblat pendidikan agama di Asia Tenggara. “Ke depan, kita berharap pendidikan agama di Indonesia bisa menjadi rujukan, bukan hanya untuk bangsa sendiri, tapi juga bagi dunia internasional. MQK adalah salah satu jalannya,” tegasnya.

3. Momentum penting memperkuat jejaring keilmuan antar negara

Kementerian Agama menggelar Dialog Media dalam rangka Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional 2025. (Dok. Istimewa)

Direktur Pesantren, Basnang Said, menjelaskan bahwa pelaksanaan MQK Internasional di Wajo menjadi momentum penting dalam memperkuat jejaring keilmuan antarnegara. “Secara resmi, MQK sudah berjalan untuk kali kedelapan, tetapi perdana MQK diselenggarakan secara internasional, dengan diikuti peserta dari berbagai pondok pesantren di Indonesia, juga dari 10 negara di kawasan Asia Tenggara,” ujarnya.

Basnang menambahkan, musabaqah ini digelar dalam tiga tingkatan, sesuai kemampuan peserta. “Musabaqah dilakukan dengan berbagai tingkatan, dari Ula, Wustho, hingga Aly, para peserta akan bersaing sesuai dengan tingkatan mereka,” paparnya.

Salah satu peserta asal Brunei Darussalam, Mohamed Khairie Bin Mohamed Shalahudeen, turut hadir sebagai narasumber dalam Dialog Media. Ia mengaku bangga bisa menjadi bagian dari sejarah MQK Internasional pertama. “Saya sangat bangga bisa menjadi bagian dari MQKI pertama. Semoga ke depan musabaqah seperti ini dapat diselenggarakan juga di negara lain, agar semangat keilmuan kitab turats semakin meluas,” katanya.


Editorial Team