Manado, IDN Times – Sejak tahun 1830, wilayah Minahasa di Sulawesi Utara (Sulut), menjadi salah satu tempat pilihan pemerintah kolonial Belanda untuk mengasingkan para pemimpin perang dari berbagai daerah di Nusantara.
Memang, pada abad ke-19 perlawanan terhadap kolonialisme kian bergelora lantaran semakin ekspansifnya kompeni Belanda. Umumnya, peperangan yang terjadi bersifat kedaerahan dan banyak pemimpinnya yang ditangkap Belanda.
Beberapa di antaranya adalah pimpinan Perang Jawa, Pangeran Diponegoro dan Kyai Modjo serta pimpinan Perang Pandri, Tuanku Imam Bonjol yang kemudian diasingkan ke Minahasa.
Dosen Sejarah Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), Roger Allan Kembuan, menyebut Minahasa dipilih Belanda karena lokasinya yang jauh dan terpencil.
“Jauh dari Jawa, Sumatera, dan Kalimantan yang menyulitkan tahanan perang kembali ke kampung halaman,” jelas Roger kepada IDN Times di Manado, Minggu (6/3/2022).