Kepala Divisi Transisi Energi WALHI Sulsel, Fadli, saat ditemui di Balai Kota Makassar, Selasa (19/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)
Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulawesi Selatan (Sulsel) menyoroti proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT. SUS terkait rencana pembangunan PLTSa di Tamalanrea. Menurut Kepala Divisi Transisi Energi WALHI Sulsel, Fadli mayoritas warga belum dilibatkan secara bermakna dalam proses AMDAL.
"Proses AMDAL dilakukan PT. SUS saat ini sangat disayangkan. Mayoritas warga belum dilibatkan secara bermakna, buktinya warga datang ke sini ada lebih dari 200 orang menghadap ke Pak Wali dan meminta supaya lokasi ini dipindahkan atau dibatalkan di Tamalanrea," kata Fadli.
WALHI menemukan bahwa kerangka Acuan AMDAL tidak memuat kajian mengenai dioksin. Kekhawatiran warga terhadap risiko kanker dianggap wajar, karena senyawa dioksin yang berasal dari pembakaran sampah sama sekali tidak dibahas dalam kajian tersebut.
Selain itu, kajian yang disusun tidak mencakup proyeksi dioksin maupun baku mutu dioksin di lokasi proyek. Hal ini disayangkan karena AMDAL menjadi acuan utama dalam penentuan kebijakan lingkungan di masa mendatang.
"Kalau seandainya dioksid tidak dianggap sebagai suatu baku mutu, maka ini sangat berbahaya bagi kesehatan warga, khususnya bagi masyarakat yang khawatir akan kanker. Saya kira AMDAL disetujui untuk izin lingkungannya atau dibatalkan kalau sudah ada," kata Fadli.
Fadli mengungkapkan pihak warga telah bertemu dengan dengan PT. SUS pada 20 Juli 2025 lalu. Saat itu, warga setempat dilibatkan dalam diskusi. Dalam proses tersebut, warga secara bulat menyatakan penolakan terhadap keberadaan PT. SUS di lokasi mereka.
Seharusnya, jika proses AMDAL berjalan sesuai ketentuan, maka PT. SUS tidak melanjutkan proyek karena warga menolak keberadaannya. Namun, sayangnya, proyek tetap dilanjutkan meski aspirasi masyarakat belum terpenuhi.
"Sangat disayangkan dari hasil setelah itu, PT. SUS justru melanjutkan kegiatannya dan mereka belum punya izin lingkungan, dan dokumen-dokumen lainnya," kata Fadli.
Fadli menegaskan aktivitas PT. SUS di lokasi tersebut dikategorikan masih ilegal. Perusahaan telah melaksanakan pengukuran, pengeboran, dan berbagai kegiatan, termasuk penyelenggaraan Pesta 17 Agustus.
Hal ini disayangkan karena kegiatan tersebut justru memicu perpecahan di antara warga. Beberapa warga yang menolak proyek ditawari imbalan berupa uang, namun upaya tersebut tidak diterima dan menimbulkan ketegangan di masyarakat.
"Jadi ada upaya sogok-menyogok secara halus tapi warga tidak tinggal diam. Warga juga merespon kejadian itu dengan membuat acara 17 Agustus secara swadaya," katanya.