Gedung Rektorat Universitas Lampung (Unila). (IDN Times/Istimewa)
Meski dipandang positif, belum semua perguruan tinggi negeri (PTN) siap menuju status badan hukum. Salah satunya Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram di Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurut Rektor UIN Mataram Prof Masnun Thahir, konsekuensi menjadi PTN BH sangat besar.
"Kami ini secara objektif belum siap sekarang. Mungkin 5 tahun ke depan arahnya ke sana. Tapi tentunya setiap regulasi di perguruan tinggi kita harus terima. Hanya saja kita harus objektif mengenai kesiapan kita. Apalagi kalau sudah menjadi PTN BH, konsekuensi-konsekuensinya besar," katanya saat berbincang dengan IDN Times di Mataram, Sabtu (3/9/2022).
UIN Mataram sendiri berstatus BLU. Untuk menuju PTN BH, kata Masnun, perlu evaluasi tentang kemampuan kampus. Saat ini, hanya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta perguruan tinggi berbasis pendidikan keagaam di Indonesia yang sudah merintis menjadi PTN BH.
"Karena mengurus perguruan tinggi tidak sekadar persoalan akademik tetapi juga sosial segala macam, bagaimana kesiapan kita. Cukup berat juga mengarah ke PTN BH. Apalagi dari PTN Satker. Itu hil yang mustahal," ucapnya.
Apabila menjadi PTN BLU, semua otonomi pengelolaan kampus diserahkan kepada perguruan tinggi bersangkutan. Sementara dengan status PTN BLU saja masih belum kuat. Masnun menyebutkan, kampus di bawah Kementerian Agama belum semuanya berstatus PTN BLU. Jumlahnya disebutkan sekitar 30 persen kampus yang sudah berstatus BLU.
"Untuk mengarah ke PTN BH perlu uji objektivitas. Kemudian perangkat-perangkat yang kita persiapkan. Terutama perangkat yang lain bukan sekadar sumber daya manusianya tetapi perangkat tentang regulasi," ujarnya.
Masnun menambahkan, kampus berstatus BLU sendiri harus juga memperoleh penguatan guna memastikan keberlanjutannya. Selain itu juga memperbanyak publikasi jurnal-jurnal internasional guna memperkuat branding perguruan tinggi. Branding secara akademik dan non akademik untuk menarik perhatian masyarakat agar melanjutkan kuliah di kampus tersebut.
Di Universitas Lampung (Unila), peralihan status menjadi PTN BH sedang digodok. Usai kasus korupsi rektor mencuat, pihak kampus memutuskan menunda sementara pengajuan tersebut.
"Persiapan Unila menjadi PTNBH sementara ini di kementerian sedang dipending dulu usulannya. Karena ada kasus tadi (OTT Prof Karomani dkk)," ujar Plt Rektor Unila, Mohammad Sofwan Effendi saat dimintai keterangan, Kamis (1/9/2022).
Ia menambahkan, bukan sekadar tersandung kasus suap, Unila juga terhalang terkait kekurangan sejumlah kelengkapan dokumen syarat pengajuan universitas sebagai PTNBH. "Ini sudah dibahas dan kekurangannya hanya sedikit, kalau sudah melampaui passing grade penilaian kinerja PTNBH maka usulan akan sejalan pembenahan di dalam kampus," papar Sofwan.
Terkait kendala tersebut, Sofwan menyampaikan, pihaknya kini memiliki pekerjaan rumah untuk mampu meyakinkan tim penilaian PTNBH, bila Unila sudah mulai berbenah. Sehingga proses pengajuan tersebut, bisa jalan beriringan dengan upaya perbaikan internal kampus.
Upaya tersebut dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, Unila harus kian solid secara internal, tanpa terkecuali mulai dari seluruh wakil rektor, dekan, dosen, hingga para mahasiswa untuk kompak bertekad menjadikan kampus lebih baik melalui skema PTNBH.
Kedua, Unila bersama para warga kampus harus memberikan dan memperlihatkan opini positif kepada publik dengan kinerja nyata. Misalnya, melalui beberapa riset-riset hingga pelaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang tetap berjalan tanpa hambatan.
Terkait batas waktu penundaan pengurusan PTNBH, Sofwan mengatakan hingga saat ini belum ada tenggat. Tapi diharapkan pengajuan PTNBH dapat kembali bergulir 2023.
Wacana penetapan Unila sebagai PTNBH disebut-sebut menghadirkan prospek potensial hingga kekhawatiran tertentu, Sofwan menjelaskan, alih status PTNBH, Unila lebih leluasa dan fleksibel mengelola internal. Termasuk urusan SDM, manajemen keuangan, hingga aset. Misalnya, seluruh aset di Unila kecuali tanah bakal menjadi hak milik kampus, sehingga memiliki fleksibilitas dalam menata manajemen sesuai visi misi Unila.
Sedangkan sisi kekhawatiran, Unila tidak lagi menerima bantuan dibanding semasa berstatus PTN Badan Layanan Umum (BLU). Tapi kampus PTNBH kemungkinan tak lagi mendapatkan formasi dosen PNS, termasuk alokasi pindahan PNS hingga PPPK.
"Jadi ASN dan PPPK itu mungkin tidak lagi mendapat formasi dari pemerintah, karena semua nantinya akan berstatus sebagai dosen Unila. Tapi jelas, untuk dosen sudah ada tetap dipertahankan, namun tidak ada penambahan dosen PNS baru," kata pejabat Direktur Sumber Daya, Ditjen Dikti Ristek tersebut.
Sementara dari sisi pengawasan pengelolaan dana, Sofwan mengklaim, kampus PTNBH akan memperketat pengaturan dan pengawasan alokasi pendanaan. Dikarenakan dapat langsung dipantau oleh publik atau pihak eksternal menjalin kerjasama dengan Unila.
"Semisal PTN BLU, karena dana dari pemerintah pasti diaudit BPK, selaku badan audit pemerintah. Termasuk audit akuntan publik dilakukan setiap tahun, sehingga ada aturan dari Kementerian Keuangan terkait pengelolaan BLU," katanya.
Menyikapi wacana usulan PTNBH tersebut, Rektor Unila periode 1998-2008, Prof Muhajir Utomo menilai, target realisasi pembentukan PTNBH bagi Unila di awal 2023 terbilang buru-buru alias masih terlalu dini. Pasalnya, kampus kebanggaan Provinsi Lampung itu masih perlu mempersiapkan perencanaan dengan matang.
Catatan terutama pada peningkatan aspek penguatan mutu Tri Dharma Perguruan Tinggi, tata kelola kelembagaan, income generating (finansial), dan peranan sosial bagi Unila.
"Mohon maaf, menurut saya Unila belum saatnya menjadi PTNBH sekarang. Mungkin 4-8 tahun ke depan. Perlu diingat, akuntabilitas dan kemandirian finansial Unila sampai detik ini masih lemah. Perkuat dulu minimal dua masalah itu," kata Prof Muhajir.
Pengelolaan keuangan secara mandiri disebut rentan diselewengkan. Di Unhas, dihadirkan organisasi internal yakni Majelis Wali Amanat (MWA) sebagai pengawas. MWA ini tak hanya beranggotakan pihak dari Unhas saja melainkan dari luar Unhas juga seperti perwakilan alumni, tokoh masyarakat, menteri, utusan dosen, hingga utusan pegawai.
"MWA ini yang mengontrol terutama dalam hal finansial. Kemudian ada juga Senat Akademik dan mereka ini fungsinya selain pengawasan terhadap tata kelola organisasi juga khusus keuangan mereka punya satu unit sendiri di MWA," kata Prof. Adi Maulana.
Dengan adanya organisasi yang bertugas sebagai pengawas, maka diharapkan tidak akan terjadi kasus korupsi ataupun penyelewengan dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Jadi kami tidak bisa seenaknya saja karena rektor sebagai pimpinan universitas harus memberikan laporan keuangan setiap tahun bahkan setiap saat kalau misalnya MWA meminta pertanggungjawaban. Bahkan segala keputusan strategis sudah ada aturannya," kata Adi.