Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Masjid untuk Semua: Anak Muda Membangun Ruang Ibadah yang Inklusif

Aktivitas pemuda di Masjid Al Markaz Al Islami, Makassar, Jumat (7/3/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)
Intinya sih...
  • Anak muda di Indonesia mengambil peran aktif dalam mengelola dan mengembangkan fungsi masjid agar lebih relevan dengan kehidupan masyarakat.
  • Masjid kreatif seperti Masjid Pemuda Konsulat di Surabaya dan Masjid Agung di Palembang menawarkan ruang diskusi, kajian keislaman, festival Islam, dan pertunjukan seni Islami yang inklusif.
  • Pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan masjid menjadi keniscayaan, seperti dakwah berbasis digital, aplikasi donasi dan manajemen masjid, serta program untuk anak-anak tuli.

Makassar, IDN Times - Masjid bukan sekadar tempat ibadah. Di berbagai wilayah Indonesia, anak muda mulai mengambil peran lebih aktif dalam mengelola dan mengembangkan fungsi masjid agar lebih relevan dengan kehidupan masyarakat. Dari masjid kreatif hingga masjid berbasis ekonomi, inisiatif mereka menunjukkan bahwa masjid dapat menjadi pusat inovasi dan pemberdayaan sosial.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh anak muda dalam menghidupkan masjid di Indonesia. Pada umumnya, para anak muda tersebut tergabung dalam Remaja Masjid sebagai wadah pembinaan anak muda di bawah bimbingan takmir atau pengutus masjid. Saat ini, peran anak muda di masjid semakin krusial dalam rangka memakmurkan masjid.

Di Surabaya, Masjid Pemuda Konsulat menjadi contoh bagaimana kreativitas anak muda bisa menghidupkan masjid. Masjid ini buka 24 jam dan menyediakan ruang bagi jamaah yang ingin menginap atau beristirahat. Selain tempat ibadah, masjid ini menjadi ruang bagi diskusi intelektual, kajian keislaman, hingga kegiatan sosial yang melibatkan komunitas lokal.

"Kami ingin menjadikan masjid ini sebagai tempat yang nyaman dan terbuka untuk semua orang, terutama anak muda yang ingin mendekatkan diri kepada agama tanpa merasa terasing," ujar Rizal, salah satu pengelola Masjid Pemuda Konsulat.

Hal serupa juga terjadi di Palembang, di mana anak muda menghidupkan Masjid Agung melalui pendekatan syiar Islam modern. Mereka mengadakan acara yang lebih inklusif, seperti festival Islam, kajian tematik, dan pertunjukan seni Islami yang menarik perhatian generasi muda.

"Kami melihat bahwa banyak anak muda merasa bahwa masjid itu terlalu kaku. Kami ingin mengubah persepsi itu dengan menghadirkan program yang sesuai dengan kebutuhan mereka," kata Fahmi, seorang relawan pengelola Masjid Agung Palembang.

Teknologi sebagai Sarana Dakwah dan Manajemen

Potret Lembaga Dakwah Jama'ah Shalahuddin UGM (dok.istimewa)

Di era digital, pemanfaatan teknologi dalam pengelolaan masjid menjadi keniscayaan. Di Yogyakarta, Jama’ah Shalahuddin UGM mengembangkan dakwah berbasis digital untuk mendekatkan anak muda dengan Islam. Mereka aktif di media sosial, membuat konten-konten dakwah yang relevan dengan kehidupan mahasiswa, serta menyiarkan kajian Islam secara live streaming.

"Anak muda saat ini lebih sering mencari informasi lewat media sosial. Jika masjid tidak masuk ke ruang digital, maka kita akan kehilangan kesempatan untuk berdakwah kepada mereka," ujar Dwi, koordinator media Jama’ah Shalahuddin UGM.

Sementara itu, di Lampung, pengelola masjid menggunakan aplikasi dan platform digital untuk mempermudah donasi dan manajemen masjid. Mereka menyediakan informasi jadwal salat, kajian, serta program sosial melalui media sosial dan aplikasi masjid.

"Kami ingin memudahkan jamaah dalam berkontribusi. Dengan aplikasi ini, mereka bisa berdonasi kapan saja, melihat jadwal kajian, bahkan mendaftar untuk program sosial masjid," jelas Arif, pengelola masjid di Bandar Lampung.

Masjid Edukatif: Menyediakan Akses Pendidikan bagi Semua

Masjid Achmad bin Adenan di Jalan MH Thamrin No 93, Kota Semarang unik karena terbuat dari kontainer peti kemas. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Di Samarinda, inisiatif luar biasa muncul dari sebuah masjid yang mengadakan kelas belajar Al-Qur’an bagi anak-anak tuli dengan menggunakan bahasa isyarat. Program ini menunjukkan bahwa masjid dapat berperan dalam menyediakan akses pendidikan bagi semua kalangan, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik.

"Anak-anak tuli juga berhak belajar membaca Al-Qur’an. Kami ingin memastikan bahwa mereka memiliki tempat di masjid dan mendapatkan pendidikan agama yang layak," ujar Siti, salah satu pengajar di masjid tersebut.

Selain itu, di Semarang, sebuah masjid unik yang dibangun dari kontainer menjadi pusat edukasi selama Ramadan. Masjid ini tidak hanya menyediakan tempat ibadah, tetapi juga menjadi lokasi berbagai kegiatan pembelajaran Islam, mulai dari diskusi keagamaan hingga lokakarya bagi anak muda.

"Kami ingin menciptakan suasana yang lebih santai, agar belajar agama terasa menyenangkan dan tidak membosankan," kata Andi, salah satu pengelola masjid kontainer di Semarang.

Pusat Kemandirian dan Pemberdayaan Jamaah

ilustrasi Masjid Sheikh Zayed Solo (pexels.com/Madtur _)

Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat ekonomi berbasis komunitas. Salah satu contoh menarik adalah Masjid Sheikh Zayed di Solo yang mengadakan program “Golek Garwo”, sebuah kegiatan yang mempertemukan calon pasangan muslim dalam lingkungan yang islami. Program ini secara tidak langsung membantu membangun keluarga-keluarga muslim yang kuat dan mandiri.

"Pernikahan adalah bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Program ini kami buat untuk membantu mereka menemukan pasangan dengan cara yang lebih islami dan bertanggung jawab," ujar Ustaz Rudi, pengelola program di Masjid Sheikh Zayed.

Di Medan, remaja masjid memiliki cara unik untuk menghidupkan suasana Ramadan. Mereka membangunkan sahur dengan drum band keliling, yang tidak hanya meningkatkan semangat beribadah, tetapi juga menggerakkan ekonomi kecil-kecilan melalui penjualan makanan sahur di sekitar masjid.

"Kami ingin membangun kembali tradisi membangunkan sahur, tetapi dengan cara yang lebih modern dan menyenangkan. Sekaligus, ini menjadi ajang bagi anak muda untuk lebih dekat dengan masjid," kata Hasan, seorang remaja masjid di Medan.

Ruang Publik untuk Kegiatan Sosial

Aktivitas pemuda di Masjid Al Markaz Al Islami, Makassar, Jumat (7/3/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Di Makassar, Masjid Al-Markaz Al-Islami telah berkembang menjadi pusat kegiatan sosial yang terbuka bagi semua kalangan. Anak-anak muda yang tergabung dalam komunitas pengelola masjid mengadakan berbagai program sosial, seperti pembagian makanan gratis, layanan kesehatan, hingga ruang diskusi terbuka bagi komunitas lintas agama dan budaya.

"Kami ingin masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga tempat yang memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Kami mengadakan berbagai kegiatan sosial agar masjid lebih dekat dengan kehidupan mereka," ujar Hadi, salah satu pengurus masjid.

Di Solo, Masjid Sheikh Zayed juga menjadi ruang sosial dengan program-program yang mendukung keluarga dan masyarakat, seperti layanan konseling pernikahan, pemberdayaan perempuan, hingga bantuan sosial bagi warga kurang mampu.

"Kami percaya bahwa masjid bisa menjadi tempat yang nyaman untuk berkumpul, berbagi, dan saling membantu," ujar Nurul, seorang relawan di masjid tersebut.

Peran anak muda dalam menggerakkan masjid di Indonesia menunjukkan bahwa rumah ibadah ini dapat menjadi lebih dari sekadar tempat salat. Dengan inovasi kreatif, pemanfaatan teknologi, program edukatif, pemberdayaan ekonomi, serta inisiatif sosial, masjid dapat menjadi pusat komunitas yang relevan dengan kehidupan modern.

"Kami ingin menunjukkan bahwa masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga tempat untuk berbagi ilmu, berkreasi, dan membangun komunitas yang lebih baik," ujar Fajar, seorang penggerak komunitas masjid di Yogyakarta.

Dengan semakin banyaknya anak muda yang aktif dalam pengelolaan masjid, masa depan rumah ibadah di Indonesia akan semakin inklusif, dinamis, dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us