Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Mardya Shakti)
Pada, Februari 2020, pelapor mengaku mendatangi kos terlapor dengan membawa bukti percakapan dan teror dari pacar terlapor. Tapi dia tidak digubris, sedangkan semua akses komunikasinya diblokir. Pada Juli 2020, terlapor disebut sempat menyabotase sejumlah akun media sosial pelapor.
Pada Agustus 2020, terlapor meminta bertemu dengan pelapor di sebuah hotel. Di sana, terlapor kembali diajak berhubungan badan namun ditolak.
"Setelah kejadian itu, korban berusaha untuk menghubungi terlapor, namun dia terus melontarkan bahasa kasar," ujar Icha.
Terakhir keduanya bertemu pada 21 Januari 2021. Pelapor hendak mengklarifikasi soal nomor teleponnya yang disebar oleh terlapor. Karena tidak mendapat jawaban, pelapor kembali mendatangi kos terlapor keesokan harinya. Bukannya mendapat kepastian, pelapor justru kembali dipaksa untuk melayani hasrat terlapor.
Karena menolak, pelapor kembali diperlakukan kasar. Malam harinya, pukul 19.00 WITA, pelapor akhirnya mendatangi kantor PA Anging Mammiri, untuk meminta pendampingan dalam proses perjalanan hukum.
"Setelah pulang korban bersama adiknya ke Polsek Tamalanrea untuk melapor," kata Icha.
Kanit Reskrim Polsek Tamalanrea Ipti Muhalis Haeruddin menyatakan sementara mengecek berkas aduan yang dilayangkan pelapor. "Sementara masih kita cek dulu. Supaya kita bisa pastikan dan tahu perkembangannya, sudah masuk atau belum," ujar Muhalis saat dikonfirmasi terpisah.