Mahasiswa Papua di Makassar berunjuk rasa menuntut pembebasan empat aktivis tapol makar. (IDN Times/Darsil Yahya)
Empat aktivis NRFPB didakwa makar karena dianggap ingin memisahkan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka ditangkap usa i mengantarkan surat resmi Presiden NFRPB Forkorus Yaboisembut kepada para Forum Koordinasi Pimpinan Daerah di Sorong, Papua Barat Daya.
Ketua KNPB Wilayah Makassar, Sulawesi Selatan, Andarias Sondegau mengatakan, aktivitas pembagian surat sejak 14 April 2024 merupakan tindakan yang demokratis, beritikad baik, bertabat, dan patut di hormati. Menurutnya, hal itu tidak sepantasnya disikapi dengan penangkapan dan penetapan tersangka.
"Kriminalisasi empat aktivis politik Papua tersebut menunjukkan negara terus merepresi hak atas kebebasan berekspresi, berpendapat dan berkumpul, dan menyampaikan pendapat. Ditangkap hanya karena menyampaikan aspirasi politik secara damai dengan mendatangi kantor-kantor pemerintah Papua Barat Daya tanpa penggunaan kekerasan harusnya dilindungi, sebagaimana amanat UUD Tahun 1945," kata ucap Andarias dalam keterangannya.
Ia menyebut, mengekspresikan secara damai dijamin oleh Konstitusi Indonesia dan bukanlah merupakan tindak pidana apalagi makar. “Aspirasi politik damai bukan merupakan ujaran kebencian sebagaimana dituduhkan oleh polisi. Aparat hukum juga kembali menggunakan tuduhan makar untuk membungkam ekspresi aktivis Papua," tuturnya.
Menurutnya, ekspresi menyampaikan pendapat di muka umum merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi UUD 1945 Pasal 28E. Oleh sebab itu tidak semena-mena menahan aktivis dan menjadikannya tersangka. "Jika Indonesia ingin mengakhiri konflik di tanah, mestinya dilakukan dengan jalan dialog, bukan membungkam ruang demokrasi yang damai," sebutnya.