Kampus UIN Alauddin Makassar yang terletak Kabupaten Gowa. (Dok. Istimewa)
Nunuk menambahkan, apalagi di UIN Alauddin Makassar ada satgas Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual (PPKS). Pembentukannya diatur melalui permendikbud no 30 tahun 2021.
"Yang jadi pertanyaan adalah kenapa kasus kekerasan seksual di UIN tidak pernah diselesaikan melalui satgas kasusnya, malah keluar bahkan sampai melapor di kami (LBH Makassar). Artinya prosesnya itu berarti pendampingan hukum yang melalui polisi dan lain-lain," tuturnya.
LBH Makassar mempertanyakan sejauh mana kinerja satgas PPKS UIN Alauddin Makassar. Apakah punya laporan tahunan atau aktif lakukan sosialiasasi dalam proses pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus.
"Makanya empat kasus yang masuk di LBH Makassar bisa sampai di luar (ranah hukum). Selanjutnya empat kasus inikan masuk di kami. Bisa jadi ada kasus lain yang tidak terekspose tapi tidak diselesaikan satgas PPKS UIN," ucapnya.
Nunuk juga mempertanyakan kinerja lembaga legal di dalam kampus yang dibentuk langsung melalui rektor. Sejauh mana evaluasi rektor sebagai pimpinan univeristas dalam proses penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di dalam kampus.
"Tapi sampai hari ini kampus terkesan lepas tangan dan tutup mata dengan kasus-kasus kekerasan berbasis gender di dalam kampus. Proses pendampingan empat kasus kekerasan ini, satu kasus berakhir damai karena satgas PPKS UIN ikut terlibat jadi kami tidak bisa mengintervensi lebih jauh," ujarnya.