Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi transgender (pixabay.com/geralt)

Makassar, IDN Times - Dari tahun ke tahun, angka diskriminasi dan persekusi terhadap transgender perempuan (transpuan) di Indonesia terus meningkat. Tahun 2019 bahkan disebut sebagai tahun paling mematikan bagi transpuan berdasarkan data yang disusun oleh Jaringan Gaya Warna Lentera Indonesia (GWL-INA)

Fakta tersebut diungkapkan oleh Kevin Halim, aktivis dan peneliti transgender, saat menyampaikan laporan pembunuhan transpuan di Indonesia sepanjang 2014-2019 di Erasmus Hius, Jakarta, pada awal Desember kemarin.

1. Sepanjang 2019 terjadi enam kasus pembunuhan transpuan, salah satunya di Palembang, Sumatera Selatan

IDN Times/Rangga Erfizal

Dalam laporan berjudul #HidupTransBermakna tersebut, dicatat bahwa terjadi enam kasus pembunuhan transpuan sepanjang tahun 2019. Jauh lebih tinggi ketimbang tahun 2018 (lima kasus), 2017 (empat kasus) dan 2016 (tiga kasus). Grafiknya pun cenderung terus menanjak selama empat tahun terakhir.

Enam kasus sepanjang 2019 terjadi di Tangerang (Jawa Barat), Palembang (Sumatera Selatan), Lubuk Linggau (Sumatera Barat), Padang (Sumatera Barat), Biak (Papua) dan Yogyakarta (DIY) dengan mayoritas korban berprofesi sebagai pekerja/pemilik salon.

2. Pihak kepolisian berperan aktif dalam menuntaskan kasus pembunuhan transpuan

Ilustrasi (Dok.IDN Times/Istimewa)

Lebih lanjut, disebutkan bahwa pihak kepolisian telah melakukan penanganan kasus pembunuhan dengan maksimal. Lima pelaku dari enam peristiwa pembunuhan sepanjang 2019 ditangkap.

Di sisi lain, sikap pemerintah dan kampus terkesan sebaliknya alih-alih memberi hak hidup layak sebagai warga negara. Menurut data terbaru dari Komunitas Arus Pelangi, terdapat 45 perda diskriminatif anti-LGBTI yang diterbitkan sepanjang lebih dari satu dekade terakhir.

Sementara Support Group & Resource Center on Sexuality Studies (SGRC) Indonesia menemukan ada 22 kebijakan kampus anti-LGBTI dalam kurun waktu yang sama.

3. Sebab transpuan juga merupakan warga negara yang harus dijamin haknya untuk hidup

Ilustrasi transgender (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Dalam kesempatan pemaparan yang sama, Papang Hidayat selaku peneliti Amnesti International Indonesia menyoroti pernyataan-pernyataan bernada transfobik dan homofobik yang belakangan diucapkan pejabat di tingkat pusat hingga daerah.

Seperti dikutip dari rilis Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (SEJUK), ia menduga bahwa pernyataan yang mempolitisasi isu LGBT sebagai indikasi mengalihkan atau menutupi ketidakberesan atau ketidakmampuannya dalam menjalankan tugas.

"Saya tidak berpikir kita harus menunggu sampai lebih banyak nyawa hilang hanya untuk menyadari bahwa kehidupan trans itu penting," tutup Kevin Halim dalam laporan yang disusunnya.

Editorial Team