Lansia Pemilik Toko di Bone Wafat Usai Diduga Diperas Polisi Rp50 Juta

- Polda Sulsel: Belum ada bukti keterkaitan kematian korban
- Kronologi penggerebekan toko tani di Bone
- Diduga diminta setor Rp50 juta
Makassar, IDN Times – Kasus dugaan pemerasan yang menyeret oknum anggota Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) jadi sorotan. Seorang pria lanjut usia (lansia) di Kabupaten Bone, Jahya Brahim Tjahja (67), meninggal dunia dua hari setelah toko tani miliknya digerebek.
Pihak keluarga menuding penggerebekan itu disertai permintaan uang hingga Rp50 juta, yang membuat korban syok hingga mengalami stroke dan serangan jantung.
1. Polda Sulsel: Belum ada bukti keterkaitan kematian korban

Kepala Bidang Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Zulham Effendy menegaskan pihaknya masih menelusuri kasus ini. Menurutnya, belum ada bukti yang memastikan hubungan langsung antara penggeledahan dengan meninggalnya korban.
“Belum bisa dibuktikan (apakah meninggal gegara penggeledahan dan dugaan pemerasan). Memang orang tuanya sakit,” kata Zulham saat dikonfirmasi awak media, Minggu (17/8/2025).
Meski begitu, Zulham memastikan Bidpropam tetap membuka ruang untuk mendalami setiap kemungkinan.
“Semua kemungkinan dan info yang dapat kita dalami. Pada prinsipnya, Bidpropam Polda Sulsel akan memproses siapapun anggota kepolisian yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin, kode etik maupun pidana,” tegasnya.
2. Kronologi penggerebekan toko tani di Bone

Kasus ini bermula saat toko tani milik Jahya di Jalan Jenderal Sudirman, Bone, digeledah oleh tujuh anggota polisi pada 23 April 2025, sekitar pukul 14.00 Wita. Menurut LBH Makassar, penggeledahan itu dilakukan tanpa adanya laporan kerugian dari konsumen.
“Waktu itu ada AN (anak korban) sama bapaknya di toko. Polisi masuk, memeriksa, lalu mengumpulkan beberapa barang yang katanya sudah kedaluwarsa. Padahal barang itu disimpan di bawah rak, tidak diperjualbelikan,” jelas Wakil Kepala Divisi Advokasi LBH Makassar, Mirayati Amin.
AN disebut sempat menolak penyitaan barang. Polisi kemudian meminta AN menemui seorang anggota berinisial MA di sebuah warung kopi depan toko. Di situlah dugaan pemerasan muncul.
3. Diduga diminta setor Rp50 juta

Mirayati mengungkapkan, polisi MA meminta AN menyerahkan uang Rp50 juta untuk “biaya penyelesaian kasus”. Permintaan itu diperkuat dengan menunjukkan tangkapan layar percakapan WhatsApp dengan kontak bernama “komandan”.
Karena keberatan, AN menawar. Setelah proses negosiasi, keduanya sepakat di angka Rp15 juta. Namun, ada catatan tambahan: AN diwajibkan menyetor Rp2 juta setiap bulan ke polisi tersebut.
“Uang Rp15 juta itu sempat diserahkan. Tapi pada 29 Mei 2025, polisi kembali menagih setoran Rp2 juta. AN menolak karena ayahnya sudah meninggal dua hari setelah penggerebekan,” kata Mirayati.
Menurutnya, Jahya meninggal akibat stroke dan serangan jantung setelah ikut berdebat dengan polisi saat penggerebekan. “Bapaknya kaget, syok, dan akhirnya dua hari setelahnya meninggal dunia,” pungkas Mirayati.