Langganan Banjir, Warga Blok 8 Antang Pasrah: Rumah Dijual Tak Laku

Makassar, IDN Times - Tati (53), warga Perumnas Antang Blok 8, Kecamatan Manggala, Makassar, Sulawesi Selatan, hanya bisa pasrah menghadapi banjir yang terus terjadi di wilayah tempat tinggalnya.
Ia sudah lebih dari 30 tahun menetap di sana, sejak masih gadis. Menurutnya, banjir kali ini di awal tahun 2025 adalah yang paling parah.
"Lebih dua meter, ini paling parah banjirnya selama saya tinggal di sini," kata Tati saat ditemui di lokasi pengungsian, Rabu (12/2/2025).
1. Warga mengaku sudah berdamai dengan banjir

Tati mengaku banjir yang terjadi merupakan kiriman dari wilayah lain, diperparah dengan curah hujan tinggi. Akibatnya, Ia terpaksa mengungsi karena rumah mereka terendam.
Bahkan Tati dan anak serta cucunya sudah tiga malam berada di pengungsian di Masjid Al Muttaqin bersama warga lainnya. "Namanya manusia, kalau capek ya pasti ada. Tapi mau diapa, sudah berdamai dengan banjir," ujarnya.
2. Harga rumah di Blok 8 anjlok

Tati menyatakan, sebenarnya banyak warga yang berniat menjual rumah mereka karena tak tahan dengan kondisi banjir yang terus berulang. Namun, harga rumah di wilayah tersebut anjlok, bahkan nyaris tak ada peminat.
"Kalau orang mau jual rumah di sini, mau beli berapa juga? Banyak yang mau jual lebih murah, tapi tidak ada yang mau beli," kata Tati.
Ia sendiri mengaku belum pernah secara langsung mencoba menjual rumahnya. Tetapi melihat kondisi di lingkungan sekitar, ia pesimistis ada pembeli yang tertarik.
"Sayang juga, orang (pembeli) kalau mau beli rumah ta (rumah saya), takkala kita mi (terlanjur saya) yang kena banjir," lanjutnya.
3. Bertahan takut kemalingan

Dia juga mengungkapkan bahwa suaminya memilih tetap tinggal di rumah meskipun tanpa listrik. Alasannya, untuk menjaga barang-barang mereka dari pencurian.
"Kita takut kecurian, karena pernah ada kejadian pencuri naik perahu, bobol dari belakang rumahnya orang. Kejadiannya malam," ungkapnya.
Barang elektronik seperti kulkas sudah lima tahun terakhir disimpan di lantai dua dan tak pernah diturunkan. Sementara barang jualannya seperti sembako kini mengapung karena terendam banjir.
Meski demikian, ia tetap bersyukur karena ada bantuan yang datang dari berbagai pihak. Tati berharap kepada Wali Kota Makassar yang baru yakni Munafri Arifuddin (Appi) bisa memberikan solusi agar banjir tidak lagi sebesar ini.
"Alhamdulillah, adaji bantuan tiap banjir saya mengungsi di masjid. Tapi saya berharap ada solusi, setidaknya banjir tidak lagi sebesar ini," harapnya.
4. Keterbatasan ekonomi jadi kendala pindah rumah

Sementara, warga lainnya, Samatia (56) juga mengaku pasrah menghadapi banjir yang terjadi hampir setiap tahun di tempat tinggalnya. "Masih gadis saya tinggal di sini, sekarang umurku sudah 56 tahun. Sudah 30 tahun lebih menetap di sini, tiap tahun begini terus," ujar Ibu Samatia.
Meski memiliki niat untuk pindah, keterbatasan ekonomi menjadi kendala utama. Anaknya sudah menyiapkan rumah di Tamangapa, namun biaya pindah rumah bukanlah hal yang mudah.
"Kalau mau pindah cari rumah baru, di mana mau ambil uang, nak? Kalau dijual, tidak ada yang mau beli. Alasannya sering banjir," ungkapnya.
5. Dijual Rp10 juta, rumah tetap tidak laku

Bahkan, ia mengaku, ada tetangganya yang hendak menjual rumahnya dengan harga jual yang sangat murah, tapi tetap tidak laku. "Ini saja ada (tetangga saya) ingin jual rumahnya harga murah, Rp10 juta tapi tidak laku. tetap tidak ada yang minat," ungkapnya.
Sehingga di tengah kondisi ini, Samatia hanya memilih pasrah dan mencoba menikmati kehidupannya meskipun sering diterjang banjir. "Ceritanya dinikmati ma’mi, terbiasa ma (kita nikmati saja karena sudah terbiasa) Kita sudah bersahabat (dengan banjir)," katanya dengan nada pasrah.
Meski harapan mulai memudar, warga Perumnas Antang Blok 8 tetap bertahan, berusaha menerima kenyataan, dan beradaptasi dengan bencana yang telah menjadi bagian dari kehidupan mereka.