Anak korban saat di rawat di P2TP2A Makassar / Sahrul Ramadan
Tepat pada 10 Oktober, sekitar pukul 10.00 WITA, tiga orang petugas dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Luwu Timur, kembali mendatangi pihak korban dengan alasan untuk mengambil data. Namun, ibu korban menolak dan menyuruh mereka pulang.
"Ibu korban sempat menegur salah satu dari orang yang datang karena mengambil gambar/video ibu korban secara diam-diam," jelas Rezky.
Para pendamping hukum korban pun menyayangkan tindakan institusi Polri dan instansi pemerintah yang mendatangi pihak korban. Rezky mengatakan, mereka menyalahi prinsip perlindungan terhadap korban yang notabene anak-anak. "Tindakan tersebut menunjukkan kembali Polres Luwu Timur dan P2TP2A Luwu Timur tidak memiliki perspektif perlindungan korban dalam menangani kasus anak," tegas Rezky.
Terpisah, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Mohammad Haedir menegaskan, polisi dan petugas pemerintah seharusnya memahami bahwa kedatangan mereka mempengaruhi kondisi psikis korban. Belum lagi, petugas juga bahkan mendokumentasi kedatangan dan mengungkap identitas anak.
Haedir menegaskan, tindakan itu menyalahi aturan Pasal 17 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Larangan mengungkap identitas anak korban juga ditentukan dalam Pasal 19 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
"Perlu kami ingatkan kembali bahwa keberatan. Termasuk karena penyelidikan kasus ini dihentikan. Kami menduga kuat ada kesalahan prosedur oleh pihak P2TP2A Lutim dan kepolisian, tidak semestinya kedua pihak tersebut menemui pelapor, korban," tegas Haedir.