Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Koalisi Masyarakat Sipil Makassar Tolak Revisi Undang-Undang TNI

Koalisi Masyarakat Sipil Makassar menggelar aksi demonstrasi menolak Revisi Undang-Undang TNI, Rabu (19/3/2025)/Istimewa
Intinya sih...
  • Koalisi Masyarakat Sipil Makassar demonstrasi tolak RUU TNI di Gedung DPRD Sulsel dan Kodam XIV/Hasanuddin.
  • Revisi UU TNI dilakukan terburu-buru, tidak transparan, dan tak masuk Prolegnas 2025 serta RPJMN 2025-2029.
  • Isu utama revisi UU TNI: perubahan status TNI, perluasan kedudukan di jabatan sipil, dan perpanjangan masa pensiun prajurit.

Makassar, IDN Times – Koalisi Masyarakat Sipil Makassar menggelar aksi demonstrasi menolak Revisi Undang-Undang TNI di Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dan di depan Kodam XIV/Hasanuddin, pada Rabu (19/3/2025).

Massa aksi membentangkan spanduk bertuliskan "Makassar Tolak RUU TNI" sebagai bentuk penolakan terhadap revisi UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

1. RUU TNI dinilai tergesa-gesa

Salah satu anggota koalisi, Salman, menyatakan bahwa pembahasan revisi UU ini dilakukan secara terburu-buru dan tidak transparan.

“RUU TNI ini tidak pernah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, juga tidak ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Pembahasannya terkesan dipaksakan,” ujar Salman dalam keterangannya.

Ia menambahkan bahwa pada 7 Februari 2025, Menteri Pertahanan mengajukan surat kepada Ketua Komisi I DPR untuk memasukkan RUU TNI ke dalam Prolegnas. “Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mengapa RUU ini tiba-tiba dianggap mendesak?” lanjutnya.

2. Tiga isu krusial dalam revisi UU TNI

Dalam revisi UU TNI yang tengah dibahas, terdapat tiga isu utama yang menjadi perhatian Koalisi Masyarakat Sipil Makassar. Pertama, perubahan status dan kedudukan TNI (Pasal 3).

Kedua, perluasan kedudukan TNI di jabatan sipil yang semula hanya diperbolehkan dalam 10 kementerian/lembaga, kini bertambah menjadi 15 kementerian/lembaga (Pasal 47). Ketiga, perpanjangan masa pensiun prajurit (Pasal 53).

Menurut Salman, kebijakan ini berpotensi mengembalikan Dwifungsi ABRI, yang pernah menjadi alat represi di era Orde Baru. “Masuknya TNI dalam jabatan sipil bertentangan dengan semangat reformasi 1998 yang mengamanatkan pemisahan peran militer dari urusan sipil dan politik,” jelasnya.

Selain itu, perpanjangan masa pensiun dikhawatirkan akan memperburuk penumpukan perwira non-job serta semakin memperbesar kemungkinan penempatan prajurit dalam jabatan sipil secara ilegal.

3. Ancaman terhadap Demokrasi dan HAM

Koalisi Masyarakat Sipil Makassar menegaskan bahwa keterlibatan TNI dalam ranah sipil akan semakin mempersempit ruang demokrasi dan meningkatkan potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Mereka menyoroti sejarah kelam Indonesia di masa Orde Baru, seperti tragedi Tanjung Priok, Semanggi I dan II, serta penghilangan paksa aktivis pada 1996-1998.

“Militerisme tidak hanya menjadi ancaman bagi kebebasan sipil, tetapi juga bagi kelompok rentan seperti perempuan. Watak represif militer kerap memperburuk akses keadilan bagi korban kekerasan seksual yang melibatkan aparat,” ujar Salman.

Atas dasar itu, Koalisi Masyarakat Sipil Makassar menyatakan tiga tuntutan utama:

1. Mendesak DPR dan Pemerintah untuk menghentikan pembahasan revisi undang-undang TNI yang tidak memiliki urgensi yang jelas dan menyimpangi prosedural dan substansial legislasi;
2. Menolak bangkitnya Dwi Fungsi ABRI yang merepresi ruang demokrasi dan melanggengkan impunitas;
3. Mendorong Negara untuk memastikan TNI untuk lebih profesional dan adaptif terhadap ancaman eksternal.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us