Dua petugas Ditjen Gakkum KLHK saat menjaga barang bukti kayu ilegal asal Papua di Rupbasan Kelas 1 Makassar, Kamis (7/7/2022). Dahrul Amri/IDN Times Sulsel
Untuk kasus di Makassar, Rasio menjelaskan, penyidik Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi telah melimpahkan dua perkara ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Makassar.
Pelimpahan dan penyerahan barang bukti kayu merbau ilegal milik dua tersangka segera disidangkan setelah dinyatakan lengkap pada 19 Juni 2022.
Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh Gakkum KLHK bersama dengan Lantamal VI Makassar TNI AL, dan Polda Sulawesi Selatan di Pelabuhan Soekarno Hatta Kota Makassar pada tanggal 5 Januari 2019.
Saat itu, tim gabungan menemukan kapal barang MV Strait Mas Jakarta, sedang melakukan bongkar muat kontainer di areal dermaga Pelabuhan Soekarno Hatta. Petugas pun menemukan ada 57 kontainer berisi kayu merbau asal Papua di dalam lambung kapal tersebut.
Rasio menyebutkan, kasus pertama menyeret tersangka atas nama Sutarmi sebagai Direktur CV Rizki Mandiri Timber dengan barang bukti 597 m3 kayu merbau ilegal.
Lalu, kasus kedua atas nama tersangka Toto Salehudin sebagai Direktur CV Mevan Jaya yang memiliki barang bukti sebanyak 59,96 m3 kayu merbau ilegal asal Papua.
"Kita serahkan barang bukti kayu namun kedua tersangka ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), karena belum kita tahu keberadaannya," jelas Rasio kepada wartawan saat melihat barang buktinya.
Sebelumnya, kata Rasio, pihaknya sudah melayangkan surat pemanggilan kepada kedua tersangka tapi tidak digubris, sehingga penyidik menerbitkan surat DPO.
Termasuk juga mengumumkan di surat kabar nasional dan media sosial. Tetapi tetap saja kedua tersangka Sutarmi dan Toto Salehudin tidak hadir.
Diketahui, Sutarmi beralamat di Jl Pasir Sentani, Desa Sentani, Kota Sentani, Jayapura, Papua. Sementara Toto beralamat di Jl Raya Sarmi, Kampung Rhepang Muaif, Distrik Nimbokrang, Jayapura, Papua.
Oleh karena itu lanjut Rasio, penyidik Gakkum KLHK pun berkoordinasi dengan Kejati untuk mendorong dilakukan proses penegakan hukum peradilan In Absentia.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang Undang (UU) No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah tidak hadir disidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa.
Berkaitan dengan penanganan perkara ini, Rasio secara tegas mengatakan KLHK berkomitmen tegas menindak kejahatan terhadap lingkungan hidup dan kehutanan.
"Mereka ini mencari keuntungan pribadi dengan merugikan negara, mengancam kehidupan masyarakat karena merusak ekosistem lingkungan. Kami tidak akan berhenti mendorong proses penegakan hukum In Absentia ini," tambah Rasio.