Jejak Louis Pierre dan Louis Dauphin Asal Makassar di Kerajaan Prancis

Makassar, IDN Times - Bagi kalangan bangsawan Eropa di abad pertengahan, mengirim sanak keluarga yang masih berusia remaja ke negeri lain adalah sebuah tradisi. Saat jauh dari tanah kelahiran, mereka digembleng dengan pengetahuan tambahan yang diharap berguna di masa depan. Mulai dari strategi militer, diplomasi, pengetahuan sosial hingga belajar bahasa asing.
Rupanya, mengirimkan putra-putra terbaik ke negeri jauh juga pernah dilakukan Kesultanan Gowa-Tallo. Dua pangeran dari kesultanan itu ternyata pernah dikirim hingga ke Prancis.
Hal tersebut dikemukakan oleh etnolog Bugis tersohor, Christian Pelras, melalui artikelnya yang terbit pada 1997. Sejarawan Bernard Dorleans kemudian mengulang temuan mendiang Pelras dalam buku "Orang Indonesia & Orang Prancis: Dari Abad XVI sampai dengan Abad XX (diterjemahkan KPG tahun 2006).
1. Kedua anak Daeng Mangalle, pemimpin pemberontakan di Siam (kini Bangkok) 1686 yang masih hidup dikirim ke Prancis
Lantas mengapa sepasang remaja ningrat Gowa-Tallo bisa mengembara hingga lebih dari 15 ribu kilometer dari tanah kelahirannya? Hal tersebut tak lepas dari kisah Daeng Mangalle, pangeran asal Makassar yang terlibat konspirasi rencana penumbangan Raja Siam Prha Narai.
Singkat kata, pemberontakan Daeng Mangalle pada September 1686 berhasil dipadamkan dan menewaskan si pemimpin komunitas Makassar. Dua anak Daeng Mangalle yang masih hidup, Daeng Ruru (15 tahun) dan Daeng Tulolo (16 tahun) menjadi yatim. Mereka berdua kemudian dikirim ke Prancis, sekutu Eropa nan setia dari Kerajaan Siam.
Mereka akhirnya tiba di pelabuhan Paris pada 10 September 1687 setelah meninggalkan Bangkok setahun sebelumnya. Raja Prancis waktu itu, yakni Louis XIV (berkuasa 1643-1715) rupanya tak membiarkan hidup Daeng Ruru dan Daeng Tulolo terlunta-lunta. Raja bernama lengkap Louis Dieudonné itu memberi sokongan finansial dan akses pendidikan dengan alasan kelas sosial kedua pangeran.