Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, saat membawakan kuliah umum bertema penguatan pengawasan partisipatif di Fakultas Ushuluddin UIN Alauddin Makassar, Kamis (4/11/2025). (dok. Bawaslu Sulsel)
Dalam pemaparannya, Rifqinizamy menyinggung demonstrasi sejumlah elemen masyarakat yang belakangan berlangsung di berbagai kantor DPR. Menurutnya, aksi tersebut menunjukkan adanya ketidakpuasan publik yang harus dilihat sebagai kritik terhadap sistem yang melahirkan para wakil rakyat.
“Kami adalah produk dari mesin yang disebut Pemilu. Jika kami dianggap tidak baik, berarti ada yang bermasalah dari mesin yang mencetak kami,” ujarnya.
Ia menyebut tiga problem utama dalam regulasi Pemilu saat ini. Pertama, Conflict of Norm, di mana masih banyak aturan yang tumpang tindih. Berikutnya, Vague of Norm: ketentuan yang multitafsir, termasuk definisi politik uang dan kampanye terselubung. Lalu yang terakhir, ketiadaan norma akibat sejumlah celah hukum yang tidak diatur, misalnya praktik kampanye di luar masa kampanye.
Untuk menjawab persoalan tersebut, Komisi II DPR tengah mendorong penyusunan RUU Omnibus Law Pemilu, yang akan mengatur tuntas soal partai politik, Pilpres, Pileg, Pilkada, hingga penyelesaian sengketa.