Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Suasana pembukaan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2025, di Gelanggang Olahraga JK Arenatorium, Senin (11/8/2025).
Suasana pembukaan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2025, di Gelanggang Olahraga JK Arenatorium, Senin (11/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Intinya sih...

  • Penggunaan pin One Piece sebagai simbol perlawanan terhadap ketimpangan sosial dan isu-isu yang berkembang.

  • Membangkitkan semangat para mahasiswa baru

  • Penggunaan pin One Piece untuk membangkitkan semangat para mahasiswa baru Unhas 2025

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Makassar, IDN Times - Fenomena One Piece belakangan ini tidak lagi sebatas dunia anime. Bendera dengan logo tengkorak dan topi jerami milik Monkey D Luffy ini muncul di berbagai aksi massa, media sosial, bahkan disandingkan dengan bendera merah putih menjelang perayaan 17 Agustus. 

Bagi generasi muda, simbol fiksi ini menjadi bahasa protes yang kuat dan sarana untuk mengekspresikan kekecewaan terhadap kondisi sosial-politik. Selain itu, simbol ini menciptakan identitas kolektif yang kreatif dan mudah dikenali di kalangan mereka.

Fenomena ini juga terlihat di Universitas Hasanuddin (Unhas), yang hadir dalam bentuk pin kecil bergambar One Piece. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Unhas mengenakannya saat membacakan sumpah mahasiswa Indonesia pada pembukaan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2025, di Gelanggang Olahraga JK Arenatorium, Senin (11/8/2025). 

Pin itu tampak tidak terlihat terlalu mencolok karena ukuran yang lebih kecil. Namun apabila diperhatikan saksama, pin dengan warna hitam ini cukup terlihat di dada mereka. 

Para ketua BEM dan SEMA yang hadir antara lain yaitu Setiawan (Ketua SEMA FEB-UH), Muh Dzaky Arya Nauval (Presiden BEM FH UH), Ufahira Yasmin. MR (Presiden BEM Kema FKep Unhas), dan Wa Ode Nabila Nurul Fatimah (Presiden BEM Kema FK Unhas), M. Wildan Aulia (Ketua Umum BEM FKG Unhas dalam hal ini diwakili oleh Kabid Kastrad), dan Abdillah Alliyul Khadafi (Presiden BEM Vokasi).

Kemudian, Andi Muh Khafid Fajar Ma’ruf (Ketua Umum SEMA KEMA FAPET UH), Ulil Abshar Nurman Presiden BEM FKM Unhas, Muh Thaufik Umar (Presiden BEM Kemafar Unhas), Sulfaridh (Ketua SMFT-UH) dan Maulana Syarif Ibrahim (Ketua Umum BEM FMIPA Unhas).

Mereka berdiri di hadapan para mahasiswa baru yang mengenakan jas almamater merah Unhas. Pembacaan sumpah mahasiswa Indonesia dipimpin oleh Muh Dzaky Arya Nauval. Para mahasiswa baru lantas mengikuti dengan lantang pembacaan sumpah mahasiswa itu.

1. Simbol perlawanan atas ketimpangan sosial

Infografis fenomena pengibaran bendera One Piece (IDN Times/Aditya Pratama)

Kepada IDN Times, Muh Dzaky Arya Nauval selaku Presiden BEM FH Unhas, menjelaskan makna di balik aksi mereka saat itu. Menurutnya, penggunaan pin One Piece mewakili perlawanan terhadap ketimpangan sosial sekaligus mencerminkan kepedulian terhadap isu-isu yang tengah berkembang.

"Karena dirasa simbol One Piece ini sarat akan makna, dan dapat menjadi simbol perlawanan terhadap ketimpangan yang terjadi serta isu-isu yang beredar akhir-akhir ini," kata Dzaky, Jumat (15/8/2025).

Dzaky menjelaskan bahwa pemilihan pin bukanlah keputusan pribadi, melainkan keputusan kolektif seluruh ketua BEM. Dia menekankan keputusan tersebut lahir sepenuhnya dari kesepakatan bersama tanpa paksaan atau intimidasi.

Dia lantas menjelaskan pin dipilih karena dianggap lebih simbolik dan personal dibandingkan bendera yang belakangan viral. Selain itu, penggunaan simbol serupa pernah dikenakan Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka saat debat Pilpres 21 Januari 2024, sehingga pin dianggap sebagai bentuk ekspresi yang sah dan relevan.

"Pemilihan simbol One Piece bukan semata karena popularitasnya, tetapi karena nilai-nilai yang diusungnya relevan dengan perjuangan soal kebebasan, solidaritas, kesetiaan pada prinsip, dan keberanian melawan ketidakadilan," kata Dzaky. 

Karakter dan simbol dalam One Piece, kata dia, mudah dipahami oleh berbagai generasi, khususnya kalangan muda. Hal ini membuat pesan yang ingin disampaikan dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan efektif.

Selain itu, penggunaan budaya pop membuat pesan perlawanan terasa lebih inklusif dan tidak kaku. Pendekatan ini juga mampu menghubungkan gerakan mahasiswa dengan masyarakat umum melalui bahasa yang akrab dan mudah dipahami.

"Karena dirasa kondisi Indonesia saat ini betul-betul mirip dengan apa yang digambarkan dalam anime One Piece tersebut," katanya.

2. Membangkitkan semangat para mahasiswa baru

Suasana pembukaan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2025, di Gelanggang Olahraga JK Arenatorium, Senin (11/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Dzaky menjelaskan, pesan utama dari penggunaan pin One Piece pada saat PKKMB adalah untuk membangkitkan semangat para mahasiswa baru. Selain itu, pin tersebut juga mengingatkan bahwa peran mahasiswa tidak hanya menempuh studi, tetapi harus peka dan peduli terhadap kondisi di sekitarnya.

Bagi mahasiswa baru Unhas 2025, momen ini menjadi ajakan awal untuk membuka mata terhadap realitas sosial. Selain itu, kegiatan ini mendorong mereka memahami isu-isu lokal maupun nasional dan menumbuhkan keberanian untuk mengambil sikap.

"Harapannya, sejak awal perjalanan akademiknya, mahasiswa sudah terlatih untuk berpikir kritis, bersuara atas ketidakadilan, serta berkontribusi nyata bagi masyarakat," kata Dzaky.

Terkait isu, dia menekankan bahwa isu yang mereka perhatikan tidak bisa dibagi menjadi utama atau sekunder. Kebebasan berekspresi, akses pendidikan, tingginya biaya kuliah, lingkungan, hingga perlindungan hak asasi manusia, semuanya layak diperjuangkan jika berdampak pada kesejahteraan publik. 

"Kami tidak membagi isu menjadi yang utama dan yang bukan utama, karena setiap isu yang menyangkut kehidupan masyarakat memiliki urgensi yang sama untuk diperjuangkan," kata Dzaky.

3. Simbol One Piece menjadi bahasa protes yang tepat bagi generasi muda

Bendera Jolly Roger milik Straw Hat Pirates (dok. Shueisha/One Piece)

Dzaky mengatakan simbol One Piece menjadi bahasa protes yang tepat bagi generasi muda karena populer, mudah dipahami, dan sarat nilai solidaritas. Dia juga menekankan meski kebebasan berekspresi dijamin konstitusi, namun sering kali dibatasi oleh stigma dan salah tafsir. 

Dia menegaskan bahwa mengibarkan bendera One Piece tidak dapat dikategorikan sebagai makar karena tidak memenuhi unsur yang tercantum dalam Pasal 104-110 KUHP. Dia juga mengatakan bendera tersebut juga tidak dimaksudkan untuk merendahkan bendera Merah Putih, yang tetap harus dihormati sesuai UU Nomor 24 Tahun 2009.

"Simbol fiksi ini justru digunakan untuk menyampaikan nilai kebebasan dan solidaritas secara kreatif, namun tetap harus memperhatikan kondisi dan situasi agar pesan tidak disalahartikan. Kreativitas seharusnya dilihat sebagai ruang dialog, bukan ancaman terhadap negara," kata Dzaky.

BEM menghormati pandangan pemerintah bahwa bendera Merah Putih memiliki posisi terhormat sebagai simbol negara yang tidak boleh direndahkan. Mereka juga menekankan penggunaan simbol budaya populer seperti One Piece tidak dimaksudkan untuk menyaingi atau merendahkan bendera, melainkan sebagai wadah kreativitas untuk menyampaikan pesan kebebasan dan solidaritas.

"Prinsipnya kedua hal ini bisa berjalan berdampingan selama dilakukan dengan menghormati aturan konteks, dan situasi. Pembatasan seharusnya tidak mematikan ruang ekspresi, tetapi mengarahkan agar ekspresi tersebut tetap tepat sasaran dan tidak menimbulkan kesalahpahaman," kata Dzaky.

BEM se-Unhas pun berharap pemerintah memandang ekspresi budaya pop sebagai peluang untuk dialog, bukan sebagai ancaman. Menurut mereka, simbol-simbol populer yang digunakan mahasiswa dan generasi muda kerap menyampaikan kritik sosial secara damai, kreatif, dan relevan dengan isu-isu publik.

BEM menilai ekspresi budaya pop sebaiknya tidak dibatasi secara kaku. Mereka menekankan ekspresi tersebut bisa diarahkan agar tetap menghormati simbol negara sekaligus memberi ruang bagi kebebasan berekspresi.

"Dengan begitu, budaya demokrasi tumbuh sehat dan dialog antara pemerintah dan warga, khususnya generasi muda, bisa terbangun lebih konstruktif," kata Dzaky.

Editorial Team