Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kemarau Basah Diprediksi Tekan Risiko Kebakaran Lahan di Sulsel

Ilustrasi karhutla api membakar lahan (ANTARA FOTO/Auliya Rahman)
Ilustrasi karhutla api membakar lahan (ANTARA FOTO/Auliya Rahman)
Intinya sih...
  • Total kebakaran lahan Sulsel capai 474,91 hektare, dengan Kabupaten Pinrang sebagai wilayah terbakar terbesar.
  • Risiko pembakaran lahan dari emisi karbon hingga tanah rusak akibat praktik membakar sisa panen.
  • Personel Manggala Agni di Sulsel masih terbatas, perlu pelatihan dan peningkatan kapasitas yang difasilitasi balai kehutanan.

Makassar, IDN Times - Prediksi musim kemarau di Sulawesi Selatan tahun ini dinilai menjadi salah satu faktor penekan risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Hal ini menjadi salah satu poin pembahasan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Karhutla di Kantor Gubernur Sulsel, Jumat (11/7/2025).

Kondisi tersebut disambut baik oleh Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Hubungan Antar Lembaga, Fahrizal. Menurutnya, curah hujan yang relatif masih turun di masa kemarau dapat mengurangi potensi meluasnya titik api, terutama di lahan pertanian yang menjadi penyumbang terbesar luasan kebakaran di Sulsel.

"Informasi cuaca dari BMKG bahwa untuk wilayah Sulawesi Selatan itu kemaraunya bergeser, cukup pendek termasuk kategori kemarau basah.  Ini menandakan bahwa kondisi alam sedikit mendukung dalam rangka meminimalkan kejadian kebakaran di Sulawesi Selatan," kata Fahrizal.

1. Total kebakaran lahan Sulsel capai 474,91 hektare

(Ilustrasi Karhutla) ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
(Ilustrasi Karhutla) ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Meski begitu, kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan. Data sementara per 1 Januari hingga 31 Mei 2025 mencatat luas kebakaran hutan dan lahan di Sulsel mencapai 474,91 hektare. Sebanyak 93,56 persen di antaranya atau sekitar 444,34 hektare terjadi di Areal Penggunaan Lain (APL).

Kabupaten Pinrang menjadi wilayah dengan luasan terbakar terbesar, mencapai lebih dari 300 hektare. Kabupaten Sidrap menyusul sebanyak 85,09 hektare, Wajo 68,71 hektare, Enrekang 6,94 hektare, Luwu Timur 2,12 hektare, dan Luwu 1,04 hektare.

2. Risiko pembakaran lahan, dari emisi karbon hingga tanah rusak

Ilustrasi Karhutla (Doc. BNPB)
Ilustrasi Karhutla (Doc. BNPB)

Fahrizal menjelaskan sebagian besar kebakaran lahan muncul akibat kebiasaan petani membersihkan lahan dengan cara membakar sisa panen. Praktik ini dinilai masih banyak dijalankan meski berisiko merugikan masyarakat.

"Dengan adanya kebakaran itu pertama peningkatan emisi karbon. Dengan adanya peningkatan emisi karbon tentu dampak keseluruhannya nanti adalah berpengaruh kepada perubahan iklim," ucapnya.

Bukan itu saja, kebakaran lahan juga akan berdampak buruk pada tanah. Fahrizal juga menjelaskan bahwa jika lahan pertanian dibakar, maka kondisi tanah di permukaan akan terganggu.

"Dampak skala mikronya adalah kalau itu dibakar, tentu lahan pertanian ini akan terganggu karena di bagian tanahnya itu ada hewan-hewan seperti cacing. Ini pasti akan mati padahal cacing juga fungsinya adalah untuk menggemburkan atau menyuburkan tanah," katanya.

3. Personel Manggala Agni di Sulsel masih terbatas

Ilustrasi karhutla (Dok: istimewa)
Ilustrasi karhutla (Dok: istimewa)

Tenaga Manggala Agni di tingkat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Sulsel saat ini berjumlah sekitar 70 orang dan dinilai masih terbatas. Sebagian besar masih berada di tingkat pemula sehingga perlu pelatihan dan peningkatan kapasitas yang dapat difasilitasi balai kehutanan.

"Balai milik kehutanan siap melakukan upsclaing atau diklat pada tenaga-tenaga Manggala Agni yang dikelola di bawah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi Selatan," kata Fahrizal.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us