Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sulsel, Meisy Papayungan. IDN Times/Asrhawi Muin
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), yang diakses pada Minggu (14/11/2021), hingga saat ini kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulsel mencapai 1.038 kasus. Sebanyak 228 korban laki-laki dan 842 korban perempuan.
Kota Makassar menyumbang kasus terbanyak dengan 624 kasus. Angka ini sangat kontras dengan angka kasus di daerah lain. Di urutan kedua saja, yaitu Kabupaten Gowa, hanya ada 68 kasus.
Berdasarkan jenis kekerasannya, kekerasan fisik menempati urutan pertama yaitu 660 kasus. Kekerasan seksual berada di urutan kedua yaitu 272 kasus dan menyusul di urutan ketiga ada kekerasan psikis berjumlah 233 kasus.
Kemudian, penelantaran dan lainnya masing-masing sebanyak 49 kasus. Selanjutnya ada trafficking sebanyak 17 kasus dan 1 kasus eksploitasi.
Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sulsel, Meisy Papayungan mengatakan, laporan tentang kekerasan seksual memang cenderung naik. Setidaknya ada tiga faktor yang membuat laporan kekerasan seksual meningkat.
Pertama, kasus yang memang meningkat. Kedua, akses pelaporan yang lebih banyak tersedia. Ketiga, keberanian masyarakat untuk melapor juga meningkat. Menurut Meisy, orang-orang dulu, utamanya di daerah pedesaan, umumnya takut melapor ketika mengalami kekerasan seksual.
Dengan penyebaran informasi yang kian berkembang dan didukung tersedianya tempat pelaporan, membuat korban-korban mulai memberanikan diri untuk melaporkan kejadian yang dialaminya.
"Mungkin ketiga poin itu menjadi faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kasus yang terlaporkan," kata Meisy.
Perempuan dan anak merupakan kelompok paling rentan mengalami kekerasan seksual. Meski tak menutup kemungkinan laki-laki juga bisa menjadi korban. Umumnya, korban laki-laki adalah anak. Meisy mengaku pihaknya sejauh ini belum pernah menerima laporan kekerasan seksual terhadap laki-laki dewasa.
"Kasus juga yang terlaporkan ke laki-laki walaupun tidak masuk ke lembaga seperti kami, ada juga kok kasus sodomi anak, sepanjang dia anak. Memang belum ada laporan lelaki dewasa, pelecehan seksual atau kekerasan seksual. Jadi bukan cuma perempuan," katanya.
Hal itu menunjukkan bahwa kekerasan seksual bisa menyerang siapa saja. Meisy mengatakan, kekerasan seksual umumnya terjadi karena adanya relasi kuasa. Korban yang dominan perempuan dan anak menunjukkan bahwa kelompok ini kerap dipandang sebagai kelompok lemah.
"Karena biasanya orang yang pelakunya adalah orang yang dikenal, orang yang punya hubungan. Jarang kasus orang yang tidak kenal. Hampir 90 persen di antaranya adalah orang yang dikenal oleh korban," kata Meisy.