Kekerasan Seksual Anak Dominasi Kasus di Sulsel, Presentase 90 Persen

- Sebanyak 112 kasus kekerasan anak terjadi di Sulawesi Selatan hingga Mei 2025
- 90% dari kasus tersebut merupakan kekerasan seksual terhadap anak, terutama di daerah minim akses informasi
- Kasus diprediksi masih bertambah dan UPT PPA menangani kasus setelah korban melapor
Makassar, IDN Times - Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Provinsi Sulawesi Selatan mencatat sebanyak 112 kasus kekerasan terjadi sepanjang Januari hingga Mei 2025. Dari jumlah tersebut, sekitar 90 persen merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Kepala UPT PPA Sulsel, Rahmi Andi Karini, menjelaskan angka kekerasan seksual terbilang sangat tinggi. Dia mengatakan kasus-kasus tersebut umumnya terjadi di kabupaten atau kota yang minim akses informasi terkait kekerasan.
"Yang paling tinggi itu kasus kekerasan seksual anak. Presentasenya 90 persen," kata Rahmi, Jumat (23/5/2025).
1. Jumlah kasus diprediksi masih bertambah

Rahmi mengatakan dua daerah dengan laporan terbanyak sejauh ini adalah Kabupaten Gowa dan Jeneponto. Pada 2024, jumlah kasus yang ditangani UPT PPA Sulsel mencapai 292. Tahun ini, kasus diprediksi masih bertambah.
"Kemungkinan besar ini (ada kenaikan) karena belum semester kedua ini sudah 112," kata Rahmi.
2. Pencegahan melalui sosialisasi dan edukasi

Menurut Rahmi, UPT PPA biasanya menangani kasus setelah korban melapor. Sementara itu, upaya pencegahan menjadi tanggung jawab Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui sosialisasi di tingkat desa dan kelurahan.
"Kalau UPT sendiri kan kasusnya sudah terjadi. Artinya mau ditangani. Mereka melapor kami tangani. Berarti yang dilakukan oleh Dinas DP3A secara keseluruhan yaitu melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat yang ada di tingkat bawah," katanya.
Sepanjang 2025, rumah aman UPT PPA telah menampung hampir 20 korban kekerasan. Sebagian besar hanya menetap sementara karena masa intervensi maksimal 14 hari.
3. Masyarakat dapat mengakses layanan konseling

Rahmi juga menyebutkan keberadaan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) di kabupaten dan kota sebagai salah satu sarana pendukung. Masyarakat dapat mengakses layanan konseling dan pembinaan keluarga di Puspaga, terutama jika terdapat persoalan yang berkaitan dengan kekerasan.
"Bagaimana caranya supaya kami bisa tahu kekerasan, mereka bisa datang ke Puspaga. Di sana juga melakukan konseling, dan pembinaan terhadap keluarga," kata Rahmi.