Kasat Tahti Polres Minut Dinonaktifkan Usai KDRT ke Istri

Intinya sih...
Polisi yang melakukan KDRT kepada istrinya dinonaktifkan
Kasus ditangani secara profesional, Ipda Melky baru bertugas di Polres Minut
Istri berharap kasus ini sampai ke pengadilan untuk diproses hukum
Manado, IDN Times - Polisi di Minahasa Utara, Sulawesi Utara, yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada istrinya telah dinonaktifkan. Ia adalah Ipda Melky Maabuat.
Jabatannya di Polres Minut adalah Kasat Tahti. Kabar ini dibenarkan oleh Kasat Reskrim Polres Minut Iptu I Kadek Agung Uliana, Senin (30/6/2025).
"Waktu kejadian memang masih bertugas, namun sekarang sudah dinonaktifkan," katanya.
1. Tak berkomentar banyak
Agung sendiri tak berkomentar banyak terkait penyelidikan saat ini. Namun, ia berjanji kasus ditangani secara profesional.
Pihaknya juga menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. "Intinya proses hukum tetap dilaksanakan, tetap dengan menghormati hak para pihak baik terlapor maupun pelapor," tutur Agung.
2. Profil singkat
Ipda Melky Maabuat sendiri terhitung baru bertugas di Polres Minut. Ia bertugas di sana mulai 19 Mei 2025.
Selain itu, Melky juga baru saja lulus dari Magister Hukum di Universitas Sutomo, Surabaya, Jawa Timur. Ia diwisuda pada April 2025
Sebelum di Polres Minut, ia bertugas sebagai Kanit Tipikor Polres Boltim. Saat menjabat, ia terlibat dalam pemeriksaan sejumlah kasus korupsi.
3. Istri harap sampai ke pengadilan
Awalnya, istri Melky, Endah Dewi Lestari Usman, mengikuti mobil suami yang melaju dari Kota Manado pada Rabu (25/6/2025) lantaran curiga suaminya selingkuh. Saat membututi tersebut, ia melihat suaminya bersama perempuan lain di dalam mobil yang dikendarai.
Endah pun langsung memberhentikan mobil suaminya di tengah jalan dan langsung meminta perempuan tersebut keluar dari mobil. Setelahnya, Melky mengajak Endah kembali ke arah Kota Manado.
Cekcok pun tak bisa dihindari sepanjang perjalanan hingga Melky memukul istrinya di bagian wajah hingga lebam dan mimisan. Endah meminta kasus ini tak hanya diproses secara etik, tapi juga hukum.
“Harus diproses hukum. Harapannya bisa sampai pengadilan,” tuturnya.