Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Puguh Herumawan. IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times -  Profesi pendongeng mungkin tak termasuk dalam deretan profesi yang paling diimpikan banyak orang. Maka tak heran bila masih jarang orang yang memilihnya.

Puguh Herumawan atau akrab disapa Kak Heru adalah satu dari sedikit orang yang memilih menggeluti profesi ini. Laki-laki kelahiran Boyolali, 1 Oktober 1971, ini mulai menggeluti dunia dongeng sebagai pekerjaan profesionalnya sejak2011 silam atau sekitar 12 tahun lalu.

Pada 1987, dia merantau ke Makassar, Sulawesi Selatan, dan menetap hingga kini. Heru sama sekali tak memiliki latar belakang tentang seni maupun teater. Dia adalah lulusan teknik elektro Universitas Hasanuddin.

Dalam membawakan dongeng, Kak Heru menggunakan 2 media sebagai pelengkap dongengnya. Yang pertama adalah puppet bernama Bona. Tokoh Bona adalah boneka yang bisa berbicara dengan teknik Ventriloquist atau teknik berbicara dengan perut.

Yang kedua, Kak Heru memakai media laptop untuk mengeluarkan backsound atau suara latar yang mendukung jalannya cerita. Jadi ada musik sebagai latar belakang ketika sedang mendongeng sehingga mirip dengan drama musikal. Kadang Kak Heru bernyanyi diiringi dengan musik yang disimpan dalam laptop.

Nah, seperti apa sih perjalanan kisah Kak Heru menjadi pendongeng profesional?

1. Terinspirasi dari sang putri tersayang

Puguh Herumawan. IDN Times/Asrhawi Muin

Heru mengatakan awal mula dia terjun ke dunia mendongeng ini sebab putrinya. Saat itu, tepatnya pada 2011, sang putri yang bernama Safira Devi Amorita mewakili sekolahnya yaitu SD Metro School untuk ikut lomba bercerita yang dilaksanakan Perpustakaan Kota Makassar.

Rupanya, Safira saat itu keluar sebagai juara 1 setelah membawakan ceirta berjudul 'Ibuku Seekor Kucing'. Tak berhhenti sampai di situ, Safira pun melaju ke tingkat provinsi dan kembali keluar sebagai juara I setelah membawakan cerita Putri Tadampalik. Selanjutnya, Safira maju lagi ke tingkat nasional di Jakarta. Safira yang saat itu baru kelas 5 SD, keluar sebagai Juara Harapan 1. 

"Di situ, saya baru kenal ternyata di Jakarta sudah banyak profesi pendongeng. Selama ini kan kita kenalnya Pak Raden, Kak Seto, Mba Enes," kata Heru kepada IDN Times, Sabtu (18/3/2023).

Ketika kembali ke Makassar, Safira rupanya tidak ingin selesai begitu saja. Si gadis kecil itu ingin bakatnya dikembangkan. Demi putri semata wayangnya itu, Heru pun meminta Dinas Perpustakaan Kota Makassar agar aktivitas Safira tidak selesai sampai di situ. 

Dia pun meminta Dinas Perpustakaan untuk membuat program supaya kemampuan bercerita si anak  bisa terus terasah dan menyebar kepada anak-anak lainnya. Apalagi, lomba tersebut memang diadakan setiap tahun. 
 
"Saya berharap 2012 ada lagi anak-anak dari Makassar yang bisa sampai ke tingkat nasional. Akhirnya Dinas Perpustkaan mewadahi aspirasi saya, dibuatlah sebuah program namanya Gemar Membaca dan Safira diikutkan ke beberapa sekolah itu 2011," kata Heru.

Pada 2012, seorang anak bernama Rahardi, mewakili Makassar ke tingkat nasional. Dia berhasil menjadi Juara 2 tingkat nasional. Dari sinilah, Heru berpikir bahwa anak-anak Makassar bisa jadi banyak yang memiliki bakat seperti Safira.

Bukan hanya di tingkat nasional, Heru dan Safira bahkan pernah membawakan dongeng-dongeng Tanah Air hingga ke Negeri Gingseng Korea Selatan selama tiga bulan. Heru dan Safira mewakili Indonesia untuk peresmian Asian Children Center (ACC) yang berpusat di Kota Gwangju. 

Di sana, Heru membawakan cerita Timun Mas sementara Safira membawakan cerita Nene Pakande. Mereka mendongeng menggunakan bahasa Inggris sebab ditampilkan di hadapan perwakilan dari berbagai negara.

"Kami mendongeng di beberapa tempat. Dia mirip kayak sirkus yang pakai tenda. Jadi di sana ada tenda Indonesia, tenda Korea Selatan, tenda Thailand, ada 40 negara menampilkan masing-masing dongeng dari negaranya," kata Heru.

Sepulang dari sana, dia pun membuat program untuk meningkatkan kapasitas dongeng supaya lebih dikenal di Makassar. Mereka membuat pelatihan mendongeng hingga akhirnya melahirkan 40 orang pendongeng.

2. Mendirikan Rumah Dongeng

Editorial Team

Tonton lebih seru di