Ilustrasi pembangunan bendungan. (Dok. Kemenko Marves)
Merujuk dalam data Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), bendungan Pamukkulu rencananya menjadi yang terbesar ketiga di Sulsel setelah Bendungan Bili-bili di Gowa dan Paseloreng di Wajo. Proyek berdiri di atas lahan seluas 640 hektare dengan masa pengerjaan 2017-2022. Total biaya proyek itu sebesar Rp1,7 triliun dari APBN dan utang luar negeri.
Direktur WALHI Sulsel Muhammad Al Amin mengatakan, 200 hektare lahan bendungan berdiri di kawasan hutan. Sedangkan sisanya akan menenggelamkan tiga dusun di Desa Kele Ko’mara, Kecamatan Polongbangkeng Utara, dengan 312 kepala keluarga terdampak.
Namun dalam pelaksanaannya, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dianggap cenderung tidak peduli dengan hak-hak masyararakat yang terdampak.
“Dari kajian dan investigasi, kami berkesimpulan bahwa pembangunan bendungan masih perlu dikaji, direvisi, dan dipertimbangkan ulang. Karena selain menghilangkan akses terhadap sungai, juga tidak manusiawi dan memiskinkan masyarakat,” kata Amin di Makassar, Kamis, 28 Februari 2019.
WALHI bahkan sempat mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang proyek pembangunan Bendungan Pamukkulu di Takalar. Proyek yang masuk dalam program strategis nasional itu dianggap sarat pelanggaran HAM dan berisiko terhadap kehidupan masyarakat lokal.