Ilustrasi hewan kurban. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum).
Prof. KH Abustany Ilyas menjelaskan bahwa, menurut pendapat sebagian besar ulama yang berdasarkan hadis, pembagian daging kurban terbagi tiga. Sepertiga untuk orang yang berkurban, sepertiga untuk sedekah, dan sepertiga untuk dihadiahkan.
Ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa kurban yang diterima orang miskin berstatus tamlik atau hak kepemilikan secara penuh. Tamlik dimaksudkan bisa dikonsumsi sendiri, dijual, disedekahkan, dan sebagainya.
Hanya saja, jatah kurban untuk orang miskin lebih kepada penekanannya untuk dimakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi. Kecuali orang miskin yang mendapatkan kurban yang banyak, kemungkinan mubazir (busuk) bila tidak dikonsumsinya, barulah dimungkinkan untuk dijual.
Sementara itu, kurban yang diterima orang kaya tak menjadi hak milik secara utuh. Ia hanya diperbolehkan menerima kurban untuk alokasi yang bersifat konsumtif sehingga tidak boleh djual.
Sementara itu, orang yang berkurban berhak memperoleh hasil kurban. Sesuai hadis Rasulullah yang diriwayatkan Ahmad:
Rasulallah bersabda, “Jika di antara kalian berkurban, maka makanlah sebagian kurbannya.” (HR Ahmad).
Dari hadis ini, dapat disimpulkan bahwa orang yang berkurban dianjurkan untuk memakan sebagian daging kurban, sementara bagian lainnya ditujukan untuk orang lain yang lebih membutuhkan.