Makassar, IDN Times - Tekanan bertubi-tubi tak membuat buruh di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA) surut untuk menuntut keadilan. Ribuan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) telah melewati rangkaian perundingan resmi demi menuntut hak yang tak kunjung dibayar PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI).
Sengkarut bermula sejak Desember 2024, ketika gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) bergulir di tiga anak usaha PT Huadi. Sebanyak 81 buruh dipecat bertahap hingga April 2025. Hingga kini, sudah lebih dari 1.200 buruh dirumahkan tanpa kejelasan nasib.
Buruh tak tinggal diam. Catatan SBIPE menunjukkan, sejak 26 Maret 2025, serikat sudah melayangkan dua surat resmi ke manajemen PT Huadi. Isinya penolakan PHK sepihak dan permintaan perundingan untuk memulihkan hak pekerja. Surat itu diabaikan. Tak ada jawaban, apalagi ruang dialog.
"Upaya pertama dilakukan dengan melayangkan dua surat resmi kepada manajemen perusahaan, menyampaikan keberatan atas PHK dan mengajukan permintaan untuk berunding. Namun, surat tersebut diabaikan tanpa balasan, " kata Abdul Azis Dumpa, selaku Direktur LBH Makassar sekaligus kuasa hukum buruh melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (19/7/2025).