Heboh Dugaan Kasus Malapraktik di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar

Intinya sih...
- Dugaan malapraktik di RS Bhayangkara Makassar masih heboh diperbincangkan
- Keluarga Nur Fitriyani menduga adanya kesalahan prosedur saat operasi yang menyebabkan kematian
- Tim Komite Medik RS Bhayangkara membantah kasus malapraktik, menyatakan tindakan medis sesuai prosedur
Makassar, IDN Times - Dugaan adanya malapraktik di Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar masih heboh diperbincangkan. Dugaan ini bermula dari adanya kasus seorang perempuan bernama Nur Fitriyani (20) yang meninggal dunia setelah menjalani operasi.
Pihak keluarga menduga ada kesalahan prosedur saat proses operasi. Kasus dugaan terjadinya malapraktik diduga dilakukan oleh seorang oknum dokter ahli penyakit dalam dan bedah berinisial ER. S yang bertugas di rumah sakit tersebut.
Nur Fitriyani didampingi ayahnya mendatangi RS Bhayangkara dengan maksud hendak memeriksa keluhan yang dideritanya pada akhir Mei 2024. Sesampainya di rumah sakit, Nur Fitriyani bertemu dengan seorang perawat dan langsung memeriknya dengan USG.
Hasilnya, Nur Fitriyani menderita sakit batu empedu yang hasilnya terlihat pada foto dan selebaran surat yang sudah dicantumkan pada 3 Juni 2024.
1. Kronologi korban mendapatkan tindakan medis
Bakri selaku ayah Nur Fitriyani menjelaskan kronologi saat anaknya mendapat tindakan medis di rumah sakit tersebut. Fitriyani masuk ke RS Bhayangkara pada 16 April 2024 dengan keluhan panas dingin.
Berdasarkan hasil USG, Fitriyani rupanya punya batu empedu. Dia pun lalu keluar dari rumah sakit pada 20 April 2024. Namun pada akhir Mei, dia kembali masuk rumah sakit dengan keluhan sakit perut. Dari hasil USG yang keluar pada 4 Mei 2024, dia disebut memiliki empedu kista.
Pada 11 Juni 2024, Fitriyani menjalani kontrol. Namun keesokan harinya, dia kembali masuk rumah sakit yakni pada 12 Juni dengan keluhan sesak dan sakit perut. Dia lalu berencana menjalai pemeriksaan USG pada 13 Juni.
"Saat ketemu dokter, bilangnya besok operasi jam 12 siang namun ternyata dioperasi pagi," kata Bakri.
Setelah masuk ruang operasi, petugas tiba-tiba keluar dan memanggil orang tua Fitriyani untuk masuk ke ruang operasi. Di ruang operasi dokter mengatakan bahwa empedu dan kista Fitriyani tidak bisa diangkat.
Setelah menjalani operasi, Fitriyani dirawat di ruang IC sebelum dipindah ke kamar perawatan. Namun sejak dirawat, Bakri mengaku dokter yang menangani putrinya tidak pernah muncul hingga Fitriyani keluar dari rumah sakit pada 18 Juni 2024.
Pada 24 Juni, Fitriyani mengalami sesak dan jahitan operasi di bagian pusarnya terlepas. Dia pun dibawa ke RS Siloam namun ditolak karena telah menjalani proses bedah di rumah sakit lain. Dia lalu dibawa kembali ke RS Bhayangkara.
"Namun juga di tolak dengan alasan banyak pasien dan tidak ada tempat tidur yang kosong," kata Bakri.
Ibu Fitriyani bahkan sempat cekcok dengan perawat karena hal tersebut. Akhirnya setelah disetujui, Fitriyani diperiksa di atas mobil oleh dokter sekitar pukul 11.00 WITA. Setelahnya, dia dibawa ke kamar perawatan dan dokter yang membedahnya pun tak kunjung muncul.
Pada 29 Juni pukul 12.00 WITA, jahitan operasi Fitriyani dibuka. Sekitar pukul 20.00 WITA, keluar darah dari lukas bekas operasinya karena kemungkinan belum kering. Sesudah pendarahan, Fitriyani menjadi lemah dan masuk ICU sekitar pukul 03.00 WITA.
"Tanggal 30 Juni usai Magrib, tidak bisa bicara karena dipasangkan selang di hidung dan mulut karena jantung dan nadinya tidak stabil," kata Bakri.
2. Pasien meninggal dunia diduga karena tindakan operasi tidak sesuai prosedur
Berita duka pun menghampiri keluarga saat Fitriyani menghembuskan napas terakhirnya pada 2 Juli sekitar pukul 07.00 WITA. Saat inilah pihak keluarga menduga tindakan operasi Fitriyani menyalahi prosedur.
Operasi dan jahitan yang sangat panjang diduga mengakibatkan Fitriyani menjadi lemah hingga berujung meninggal dunia. Pihak keluarga pun meminta kepada pihak RS Bhayangkara untuk mempertanggung jawabkan peristiwa ini.
Keluarga juga menegaskan agar pihak berwenang mengambil langkah tegas dan memberikan sanksi berat sesuai hukum yang berlaku terhadap dokter ahli penyakit dalam dan bedah di RS Bhayangkara Makassar.
"Hal ini agar tidak terjadi lagi dokter-dokter yang bekerja dan bertindak tidak sesuai SOP sehingga tidak menimbulkan keresahan pada masyarakat," kata Bakri.
3. Penjelasan Tim Komite Medik RS Bhayangkara
Tim Komite Medik RS Bhayangkara Makassar pun membantah kasus dugaan malapraktik itu. Sekretaris Komite Medik, dr. Ham F. Susanto, mengklaim pihaknya telah menjalankan tindakan medis sesuai prosedur.
Pertama, audit medis terhadap berita atau kejadian yang dilaporkan. Kedua, klarifikasi audiensi dengan aliansi pemerhati kesehatan yang terdiri dari beberapa LSM dan pemerhati kesehatan pada tanggal 5 Juli 2024 yang bertempat di aula Tribrata Rumah Sakit Bhayangkara Makassar.
Ketiga, pihak RS Bhayangkara Makassar juga telah menunjukkan kepeduliannya terhadap keluarga almarhumah Nur Fitrianti dengan bersilaturahmi dan menunjukkan empati.
Terkait pernyataan keluarga yang menyatakan bahwa terjadi penolakan pasien oleh pihak rumah sakit ketika masuk dirawat pada tanggal 24 Juni, pihak rumah sakit membantahnya. Dokter Ham menjelaskan hal ini berdasarkan hasil audit medis yang dilakukan tidak ada penolakan pasien oleh pihak RS Bhayangkara Makassar.
"Sebaliknya, pasien yang datang pada tanggal 24 Juni 2024 itu diterima dan dirawat di ruang perawatan ini pada hari itu juga," kata dr Ham.
Pihaknya juga membantah dari penundaan jadwal operasi oleh pihak rumah sakit. Bahkan dari hasil status medis dengan investigasi lebih jauh dari pihak komite medik, pasien dioperasi sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
"Pasien masuk rumah sakit tanggal 12 Juni dan dijadwalkan untuk operasi di tanggal 13 Juni 2024 jam 7 pagi dan pasien dilakukan operasi pada tanggal 13 Juni jam 7 pagi," kata dr Ham.
Pihak rumah sakit menyatakan telah menangani dengan prosedur-prosedur audit, pelaksanaan SOP tentang kasus ini, tentang diagnosis kerja yang ditegakkan oleh dokter, tindakan penunjang yang oleh pihak rumah sakit, serta penegakan diagnosis pasti dan terapi dan tindakan.
"Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada dugaan praktik dalam kasus ini diagnosis dan penatalaksanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan pelayanan medis yang berlaku di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar," kata dr Ham.