Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251112_133246.jpg
Komisi E DPRD Sulsel saat menggelar rapat dengar pendapat, Rabu (12/11/2025), membahas dugaan ketidakadilan dalam kasus pemecatan dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis. IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Abdul Muis, salah satu guru SMA Negeri 1 Luwu Utara yang dipecat tidak hormat, menceritakan pengalaman panjangnya menghadapi proses hukum yang berujung pada pemecatan sebagai ASN. Kisahnya muncul saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi E DPRD Sulsel, Rabu (12/11/2025), yang membahas dugaan ketidakadilan terhadap dirinya dan rekan sejawat, Rasnal.

Abdul Muis menjelaskan bahwa dana Rp20 ribu yang dikumpulkan dari orangtua murid untuk menggaji guru honorer bersifat sukarela. Kesepakatan pengumpulan dana tersebut disepakati secara resmi melalui rapat komite sekolah.

"Ini kan murni sumbangan orang tua, disepakati oleh orang tua siswa bersama ketua komite, di dalam rapat resmi, diundang secara resmi. Dan semua yang menjadi keputusan itu adalah murni melalui pertimbangan orang tua siswa," kata Abdul Muis.

1. Bantah tuduhan pungli

Ilustrasi pungli. (IDN Times/Sukma Shakti)

Abdul Muis menegaskan bahwa tidak ada siswa yang dilarang mengikuti ujian meski belum membayar. Semua murid tetap mengikuti ujian dan menyelesaikan semester seperti biasa.

"Banyak anak-anak yang tidak membayar tetap ikut semester, tetap ikut ujian dan keluar dari SMA dalam keadaan lulus. Ada bukti pembayaran,"  kata Abdul Muis.

Dia menegaskan bahwa tidak ada siswa yang dipaksa membayar sumbangan. Jika pembayaran dipaksakan, maka secara otomatis semua siswa akan dianggap telah melunasi total sumbangan.

Dia juga menegaskan tuduhan pungli tidak tepat, karena semua pengumpulan sumbangan dibahas dalam rapat orang tua secara terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan tersebut berbeda dari pungli yang bersifat sepihak dan tertutup.

"Selama ini saya sebagai bendahara, tidak ada orang tua yang keberatan. LSM itu yang melapor, tidak ada adeknya, saudaranya yang sekolah di SMA 1," katanya.

2. Sumbangan untuk guru honorer

Ilustrasi sumbangan. IDN Times/ istimewa

Abdul Muis menjelaskan bahwa sumbangan tersebut ditujukan untuk menggaji guru honorer yang sudah berbulan-bulan tidak menerima gaji. Beberapa guru honorer terdaftar di Dapodik, sementara yang tidak terdaftar tidak bisa menerima pembayaran dari dana BOS.

Dia juga menjelaskan bahwa guru yang dibayar dari dana BOS harus terdaftar dalam data Dapodik. Selain itu, pembayaran juga harus berdasarkan SK Gubernur dengan rincian jam mengajar yang tercantum.

"Yang tidak terdaftar di dapodik mau bayar pakai apa? Mau gratis, mau iklhas mengajar? Baru dituntut lebih," katanya.

3. Soroti kekeliruan Inspektorat dan vonis gratifikasi MA

Ilustrasi gratifikasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Abdul Muis juga menyoroti peran Inspektorat Kabupaten Luwu Utara yang menyatakan adanya kerugian negara, padahal tidak ada dana negara yang terlibat. Menurutnya, hal ini menjadi sumber kekeliruan dalam proses hukum yang menjerat mereka.

"Yang janggal itu adalah Inspektorat menjadi biang kerok. Yang murni sumbangan orang tua menyatakan ada kerugian negara yang sangat tidak sinkron itu," kata Abdul Muis.

Di Pengadilan Negeri Makassar, keduanya dinyatakan bebas dari seluruh tuduhan. Namun, saat kasus naik ke tingkat kasasi Mahkamah Agung, muncul vonis gratifikasi yang sebelumnya tidak tercantum dalam dakwaan.

"Di kasasi itu dituduh, dipersalahkan menerima gratifikasi. Yang mana itu gratifikasi di situ? Karena ada insentif pada tugas-tugas tambahan, wali kelas, pengelola lab, wakasek. Itu tidak pernah muncul di persidangan sebelumnya. Tidak ada di klausul keputusan bahwa harus dipecat, enggak," tegasnya. 

Dia dan Rasnal pun berencana menempuh upaya hukum melalui Peninjauan Kembali (PK). Dia juga berharap DPRD Sulsel dapat mendampingi dan membantu memulihkan nama baik keduanya.

"Insyaallah PK. Kemudian langkah-langkah informal, konsultasi kepada DPR. Insyaallah kami akan berangkat sebentar malam, paling tidak menyampaikan supaya kami ini jangan dalam posisi di mata mereka bahwa kami ini adalah korupsi. Adakah wajah-wajah korupsi yang kita lihat pada wajah saya?" tanyanya pada awak media.

4. Gaji tidak dibayar setahun lebih

Guru Abdul Muis (kiri) dan Rasnal (kanan) dalam aksi damai di Masamba, Luwu Utara bersama PGRI. (Dok. Istimewa)

Selain itu, Abdul Muis menyoroti kondisi rekannya, Rasnal, yang tidak menerima gaji selama 1 tahun 3 bulan. Hal ini terjadi meski Rasnal belum secara resmi menerima SK pemecatan.

"Itu untuk Pak Rasnal. Kalau saya masih aman gajiku sampai bulan lalu. Yang Pak Rasnal itu sudah 1 tahun 3 bulan. Belum ada sk pemecatan tapi gaji sudah ditahan," kata Abdul Muis. 

Abdul Muis menekankan bahwa perjuangan mereka bukan sekadar urusan hukum semata. Proses ini juga menjadi upaya untuk menjaga hak dan martabat mereka sebagai guru. Dia pun menyesalkan bahwa sebelum pemberhentian tidak hormat diterapkan, tidak ada komunikasi yang memadai dengan BKD Provinsi. 

"Ini yang saya sesali. Harusnya pemprov sulsel paling tidak, kita ini ada komprensi kasus, kita ingin dimintai, tentu klarifikasi,. Ternyata itu tidaklah benar, dilakukan. Tapi itulah haknya dinas," katanya.

5. BKD Sulsel hormat upaya PK

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulawesi Selatan, Erwin Sodding bersama Abdul Muis (kiri) dan Rasnal (kanan) usai mengikuti rapat dengar pendapat di DPRD Sulawesi Selatan, Rabu (12/11/2025). IDN Times/Asrhawi Muin

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Erwin Sodding menegaskan pemerintah provinsi tetap menghormati hak mereka untuk menempuh upaya hukum. Hal ini mencakup kemungkinan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan yang dijatuhkan.

"Kami tetap menghormati upaya hukum yang dilakukan Karena ini kan sudah masuk di tingkat kasasi. Otomatis tingkat terakhirnya sisa PK," katanya.

Usulan PK akan diserahkan kepada para senat dan tim kuasa hukum untuk ditindaklanjuti. Selain itu, pemecatan kedua guru tersebut didasarkan pada putusan Mahkamah Agung yang menyatakan mereka bersalah melalui tindak pidana.

"Karena diatur di undang-undang 20 bahwa apabila ada tindak pidana seperti itu maka harus dilakukan pemberhentian," katanya. 

Editorial Team