Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Gerakan Menanam Sejuta Pohon, Pertobatan Ekologis Umat Katolik

Kegiatan menanam sejuta pohon matoa yang diinisasi oleh Kementerian Agama RI. (Dok. Istimewa)
Kegiatan menanam sejuta pohon matoa yang diinisasi oleh Kementerian Agama RI. (Dok. Istimewa)

Makassar, IDN Times - Pembimbing Masyarakat (Pembimas) Katolik Kanwil Kementerian Agama provinsi Sulawesi Selatan, Paulus Palondongan mengatakan gerakan menanam sejuta pohon matoa merupakan bagian dari pertobatan ekologis umat Katolik terhadap alam. Gerakan yang diinisiasi oleh Kemenag itu berlangsung serentak se-Indonesia.

Paulus Palondongan menyampaikan itu dalam sambutannya pada kegiatan penanaman pohon matoa di lingkungan Wisma Baruga Kare, Paroki Maria Ratu Rosari Kare Jl. Perintis Kemerdekaan, Tamalanrea, Kota Makassar, Selasa (22/4/2025). Dia menyebut gerakan menanam pohon bukan sekadar kegiatan simbolik. 

“Tetapi bentuk nyata ibadah ekologis dalam ajaran Agama Katolik, yang sejalan dengan tema Aksi Puasa Pembangunan 2025 yakni Petobatan Ekologis menciptakan lingkungan hidup yang baik,” katanya.

Bimas Katolik Kemenag Sulsel mengagendakan akan menanam sebanyak 720 pohon matoa di sejumlah tempat di Sulawesi Selatan. Seperti di Taman Kenangan Makassar, di Pakatto Kab. Gowa, di Bumi Perkemahan Getengan Tana Toraja, SMK Palapala dan sejumlah rumah ibadah.

1. Makna pertobatan ekologis terhadap alam

Kegiatan menanam sejuta pohon matoa yang diinisasi oleh Kementerian Agama RI. (Dok. Istimewa)
Kegiatan menanam sejuta pohon matoa yang diinisasi oleh Kementerian Agama RI. (Dok. Istimewa)

Pertobatan ekologis, jelas Paulus, adalah pengakuan dosa yang dilakukan manusia terhadap alam dan memandang alam sebagai tanda kehadiran Allah. “Pertobatan ekologis mengarahkan manusia pada perubahan cara memandang, berinteraksi dan berperilaku dengan alam. Menciptakan organisme yang baik antara manusia dan alam adalah inti dari pertobatan ekologis,” jelasnya.

"Menanam pohon bukan hanya soal menjaga lingkungan. Ini bagian dari tanggung jawab kita sebagai umat ciptaan Tuhan. Pemilihan Pohon Matoa karena merupakan tanaman lokal Indonesia yang mudah tumbuh, cepat berbuah, dan memiliki nilai ekonomi,” dia menambahkan.

2. Merawat bumi jadi tanggung jawab bersama

Kegiatan menanam sejuta pohon matoa yang diinisasi oleh Kementerian Agama RI. (Dok. Istimewa)
Kegiatan menanam sejuta pohon matoa yang diinisasi oleh Kementerian Agama RI. (Dok. Istimewa)

Selain itu, sambung Paulus, gerakan menanam pohon matoa oleh Bimas Katolik dimaksudkan untuk membangun kesadaran publik, khususnya umat Katolik, bahwa merawat bumi adalah tanggung jawab bersama. Dia mengutip Ensiklik Laudato Si’, di mana Paus Fransiskus menyerukan agar umat Kristiani bekerja bersama dengan semua pihak untuk menyelamatkan bumi.

"Bumi yang satu, yang kita diami bersama sebelum sampai pada kehancurannya. Paus mengajak kita semua untuk turut serta menjaga kelestarian lingkungan demi masa depan umat manusia dan generasi selanjutnya,” sebut Paulus.

Terakhir, Paulus menyampaikan bahwa dengan semangat Hari Bumi yang bertepatan dengan pelaksanaan gerakan sejuta pohon matoa ini, diharapkan dapat menggugah dan membangun kesadaran umat bahwa iman harus berdampak pada tindakan.

“Kita ingin membangun kesadaran bahwa iman harus berdampak pada tindakan. Gerakan ini adalah bagian dari pewartaan hijau, menyelamatkan bumi sebagai tugas perutusan kita. Dengan semangat Hari Bumi, mari kita lestarian lingkungan demi masa depan umat manusia dan generasi selanjutnya," katanya.

3. Penanaman pohon melibatkan sejumlah ormas Katolik

Kegiatan menanam sejuta pohon matoa yang diinisasi oleh Kementerian Agama RI. (Dok. Istimewa)
Kegiatan menanam sejuta pohon matoa yang diinisasi oleh Kementerian Agama RI. (Dok. Istimewa)

Penanaman pohon matoa di lingkungan Wisma Baruga Kare ini juga melibatkan Keuskupan Agung Makassar dan sejumlah Ormas Katolik. Hadir RD. Albert Arina, Pastor yang dikenal sebagai salah satu tokoh agama yang terlibat aktif dalam menggaungakan moderasi beragama di Sulsel.

Pada kesempatan ini, Pastor Albert mengaku bersyukur dan mengapresiasi gerakan penanaman sejuta pohon matoa yang diinisiasi oleh Kementerian Agama. Menurutnya, aksi yang dilaksanakan secara serentak se-Indonesia ini memberi pesan bahwa kita harus merawat bumi tempat dimana kita hidup.

“Ini sejalan dengan iman kita, tentang pertobatan ekologis, bahwa kita harus menjaga dan merawat bumi ini tempat kita hidup dalam kebersamaan. Kita harus menjaga ekosistem bumi ini sehingga memberikan kehidupan dan kesejahteraan kepada manusia,” bebernya.

Pastor Albert kemudian menukil Ensiklik Laudato Si yang dikeluarkan oleh almarhum Paus Fransiskus tentang kehidupan bersama sebagai satu ciptaan Tuhan untuk bersama-sama menjaga, merawat, dan meletarikan segala sesuatu yang ada di sekitar kita, sehingga alam raya ini menjadi saudara bagi kita

“Ensiklik Fratelli Tutti dari Paus Fransiskus adalah tentang persahabatan dan persaudaraan universal. Kita bersahabat, bersaudara bukan hanya kepada sesama manusia tapi juga dengan alam semesta. Ini juga tertuang dalam Deklarasi Istiklal oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Prof. Nasaruddin Umar,” pungkasnya.

Adapun perwakilan Ormas Katolik yang turut serta pada akasi penanaman pohon matoa ini, dantarannya Eduard Yopi Mangetan (Fox Point), Yoris Ratu Subah (Ketua Pemuda Katolik Komcab Kota Makassar), Geraldi Nugroho (Perwakilan Pemuda Katolik Komda Provinsi Sulsel), Alexander Edison (Ketua PMKRI Cab. Makassar), Michael Angelo (Presidium Pendidikan PMKRI Cab. Makassar), Alfredo maksiraldo lose(presidium Pengembangan Organisasi PMKRI Cab. Makassar), Servansius (Anggota Biasa PMKRI Cab. Makassar), Bernadeth Tongli (ISKA DPD Sulsel), Lista Sallata. (ISKA DPD Sulsel), Yustinus (FMKI/ISKA), Suster Lusia, dan Hermina sentilimbu (WKRI).

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Aan Pranata
EditorAan Pranata
Follow Us