ilustrasi pemilu (vecteezy.com/titorollis)
Peraturan Wali Kota Makassar Nomor 19 Tahun 2025 menjadi landasan hukum pelaksanaan pemilihan RT/RW. Regulasi ini merupakan turunan dari Perwali Nomor 3 Tahun 2024 yang mengatur lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat kelurahan. Mekanisme pemilihan Ketua RT dilakukan secara langsung oleh warga melalui sistem satu KK satu suara, sedangkan Ketua RW dipilih oleh Ketua RT di wilayahnya.
KPU Makassar akan berperan dalam penyusunan juknis serta mengawasi pelaksanaan dan evaluasi proses pemilihan. “Keterlibatan KPU adalah dalam penyusunan juknis serta menjadi pengawas dalam pelaksanaan dan evaluasi prosesnya. Penyelenggaraannya tetap menjadi domain Pemkot,” tegas Yasir Arafat.
Ia menekankan pentingnya pemilihan ini sebagai pendidikan demokrasi masyarakat di tingkat lokal. “Ini momentum penting untuk memberi pencerahan kepada masyarakat bahwa pemilihan itu harus dilakukan secara terbuka dan jujur,” ungkapnya. Yasir juga mengingatkan agar praktik money politics dihindari. “Kalau di tingkat TPS saja sudah ada money politick, ke depan itu bisa jadi contoh yang kurang baik bagi demokrasi kita,” tandasnya.
Pemkot Makassar juga telah menetapkan 17 syarat calon Ketua RT/RW, mulai dari integritas, domisili tetap, hingga tidak menjadi pengurus partai politik. Calon harus berusia 25–70 tahun, berpendidikan minimal SMP, dan berdomisili di wilayahnya. Selain itu, mereka harus bersedia mendukung program pemerintah serta menjaga marwah lembaga kemasyarakatan.
Untuk menjamin keterbukaan dan integritas, BPM menyiapkan mekanisme pengaduan dan masa sanggah. “Masa sanggah diberikan satu hari, dan kami juga akan menyiapkan hotline pengaduan,” jelas Anshar.