Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pengamat Ekonomi Keuangan dan Perbankan, Sutardjo Tui. (Dok. Istimewa)
Pengamat Ekonomi Keuangan dan Perbankan, Sutardjo Tui. (Dok. Istimewa)

Intinya sih...

  • Pola belanja bergeser ke platform digital

  • Transaksi e-commerce di Sulsel tumbuh 42,85% pada 2024

  • Mal dituntut berinovasi dengan kanal online untuk bersaing dengan e-commerce

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Makassar, IDN Times - Fenomena Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya) kini kerap terlihat di pusat perbelanjaan modern. Pemandangan ini mencerminkan pergeseran pola belanja masyarakat urban yang lebih selektif sebelum bertransaksi.

Pengamat Ekonomi Keuangan dan Perbankan, Sutardjo Tui, menilai mal kini berfungsi sebagai ruang perbandingan harga dan kualitas. Konsumen memanfaatkannya untuk melihat langsung produk sebelum akhirnya bertransaksi secara online.

"Rojali dan rohana itu sebenarnya bukan jalan-jalan saja, mereka pergi makan di mal. Jadi yang maju itu makanannya. Tapi untuk yang lain-lain, dia hanya membandingkan, dia lihat, kalau barang ini berapa harganya. Kalau dia suka, dia tidak beli, cuma dia pesan lewat online," kata Sutardjo saat dihubungi IDN Times, Minggu (24/8/2025).

1. Bukan penurunan daya beli tapi ada pegeseran ke platform digital

ilustrasi aplikasi e-commerce (IDN Times/Dwi Agustiar)

Sutardjo menilai kondisi ini tidak menggambarkan penurunan daya beli. Sebaliknya, pola konsumsi hanya bergeser ke platform digital. 

"Tidak. Ini cuma bergeser. Konsumen kini lebih banyak membeli secara online, tetapi tetap perlu melihat merek dan kualitas produk terlebih dahulu di mal sebagai pembanding. Oleh karena itu, transaksi non tunai meningkat di Sulsel. Pertumbuhannya bagus," jelasnya.

Bank Indonesia Sulawesi Selatan mencatat transaksi e-commerce di wilayah ini pada 2024 tumbuh 42,85 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Nilai transaksi pada 2024 mencapai Rp95,59 triliun, meningkat dari Rp10,29 triliun pada 2023 yang tumbuh 35,38 persen.

2. Mal dituntut berinovasi dengan kanal online untuk hadapi persaingan e-commerce

ilustrasi e-commerce (IDN Times/Aditya Pratama)

Fenomena tersebut sekaligus menjadi tantangan bagi pengelola pusat perbelanjaan. Sutardjo menekankan perlunya inovasi agar mal bisa tetap relevan di tengah persaingan dengan e-commerce. 

Pengelola harus menyiapkan dua jalur. Selain tatap muka, mereka juga perlu punya kanal online. Dengan ongkos kirim lebih murah, mal di Makassar bisa bersaing dengan pusat belanja di kota besar lain.

"Mal harus membuat inovasi untuk bikin juga online dan itu menjadi pemenang karena dia punya ongkos kirim kan murah. Makanya diperlukan inovasi tiada henti. Makanya siapa yang menguasai teknologi, dia maju," katanya.

3. Tren Rojali dan Rohana bergantung inovasi mal di era digital

Pengunjung memadati Trans Studio Mall Makassar, Sabtu (23/8/2025). (IDN Times/Asrhawi Muin)

Sutardji menilai tren Rojali dan Rohana tidak memiliki durasi yang pasti. Fenomena ini bisa berlangsung singkat atau bertahan lama, bergantung pada strategi bisnis yang dijalankan pengelola mal.

Pusat perbelanjaan yang menghadirkan lapak online dinilai lebih mampu bersaing di era digital. Strategi itu bahkan bisa membuat mereka unggul dari kota besar karena menawarkan ongkos kirim yang lebih murah.

"Fenomena ini bisa berlangsung lama atau hanya sesaat, tergantung strategi bisnis mal. Jika mal membuka 2-3 lapak online, maka mereka bisa ikut bersaing. Bahkan, pusat belanja di Jakarta dan Surabaya bisa kalah karena ongkos kirim dari Makassar lebih murah," katanya.

Editorial Team