Gorontalo, IDN Times - Provinsi Gorontalo memiliki ragam kebudayaan dan adat istiadat, baik kepercayaan maupun simbol-simbol sakral yang dihormati masyarakat. Provinsi yang memiliki falsafah keislaman “adat bersendikan syarak, syarak bersendikan kitabullah” itu berdiri pada tahun 2000, berpisah dari Provinsi Sulawesi Utara. Walaupun tergolong provinsi baru namun masyarakat Gorontalo sangat memengang teguh adat dan kebudayaan.
Antropolog Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven yang juga terkenal dengan karyanya “Hukum Adat” memasukan Gorontalo ke dalam 19 wilayah yang memiliki hukum adat sendiri di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa masyarakat Gorontalo atau Hulonthalo merupakan komunitas masyarakat yang memiliki sebuah aturan, nilai, norma dan sistem hukum sendiri.
Maka dapat didefinisikan bahwa masyarakat Gorontalo adalah suatu kelompok atau komunitas masyarakat yang memiliki peradaban yang terus berkembang. Yang juga memegang erat adat istiadat sebagai identitas kesukuan masyarakat Gorontalo.
Salah satu produk kebudayaan masyarakat Gorontalo yang paling terkenal adalah pakaian adat, yang dikenal dengan nama mukuta dan biliu. Keduanya merupakan sepasang baju adat laki-laki dan perempuan. Pakaian ini biasanya mudah dijumpai pada saat upacara-upacara adat pernikahan atau pada kegiatan tertentu seperti Festival Saronde. Festival Saronde juga sudah masuk dalam kalender pariwisata nasional, biasanya menampilkan berbagai bentuk pakaian adat mukuta dan biliu dengan sentuhan desain modern.
Mukuta dan biliu sendiri memiliki nuansa sentuhan keagamaan atau lebih tepatnya sentuhan keislaman. Kali ini IDN Times merangkum beberapa fakta menarik tentang pakaian adat Gorontalo.