Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Eksistensi Masyarakat Adat Kajang di Tengah Modernisasi

Tana Toa Terletak di kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba/Instagram.com
Tana Toa Terletak di kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba/Instagram.com

Makassar, IDN Times - Masyarakat Kajang merupakan masyarakat adat yang mendiami sebagian wilayah Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, tepatnya di Kecamatan Kajang. Mereka tersebar di 8 desa dan 6 dusun.

Keberadaan masyarakat Kajang telah memperkaya keanekaragaman budaya di Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan. Masyarakat Kajang juga memiliki kekayaan adat tersendiri.

Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Selatan, Sardi Razak, menyebutkan Suku Kajang merupakan satu dari sekitar 250 masyarakat adat di Sulawesi yang tercatat saat ini. 

"Kajang ini salah satu komunitas di Kabupaten Bulukumba memang sampai saat ini masih terus konsisten mempertahankan tradisi, budaya, adat istiadat yang diwariskan dari leluhurnya," kata Sardi, saat diwawancarai IDN Times, Minggu (10/4/2022).

1. Terdiri dari dua wilayah

(Ilustrasi) Beberapa warga adat Kajang Ammatoa sedang beraktivitas di kawasan hutan adat Kajang Ammatoa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. (Dok. Samsul Maarif - Instagram.com/samsulmaarif6202)
(Ilustrasi) Beberapa warga adat Kajang Ammatoa sedang beraktivitas di kawasan hutan adat Kajang Ammatoa, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. (Dok. Samsul Maarif - Instagram.com/samsulmaarif6202)

Daerah Kajang memiliki luas wilayah sekitar 22.569 hektar. Secara geografis, mereka menempati dua kategori wilayah yaitu Kajang Dalam dan Kajang Luar. 

Masyarakat Kajang Dalam dikenal masih tetap konsisten dan teguh mempertahankan adat istiadatnya yang dikenal dengan pasang ri kajang. Pasang ri Kajang merupakan pedoman hidup masyarakat Ammatoa (pemangku adat) yang terdiri dari kumpulan amanat leluhur.

Wilayah Kajang Dalam memiliki luas sekitar 530 hektar. Di luar itu adalah Kajang Luar atau masyarakat sekitar Suku Kajang dengan kehidupan lebih modern.

"Misalnya orang mau ke kajang dalam, kan ada pintu gerbang di sana. Setelah lewat pintu gerbang, tidak bisa lagi menggunakan teknologi, alas kaki, harus dilepas memakai pakaian hitam," kata Sardi.

2. Tantangan masyarakat Kajang

Suku Tana Toa Kajang identik dengan pakaian serba hitam. Instagram
Suku Tana Toa Kajang identik dengan pakaian serba hitam. Instagram

Sardi menyebutkan keberadaan Suku Kajang sebagai masyarakat adat juga tak lepas dari tantangan. Salah satunya yaitu jumlah penduduk yang terus bertambah namun tidak sebanding dengan pola pemanfaatan lahan.

Situasi kebijakan negara juga memaksa mereka dengan banyaknya program pemerintah yang dipaksakan masuk ke dalam. Di sisi lain, anak-anak muda terus bertumbuh dan mengakses perkembangan teknologi. 

"Pasti pelan-pelan ini akan merusak pranata sosial di sana. Ini yang disadari sehingga lahirnya perda menjadi satu keharusan di sana," kata Sardi.

3. Masyarakat Kajang tolak perpanjangan HGU

Suasana area sekitar pintu masuk Kawasan Adat Ammatoa Kajang, salah satu obyek wisata di Kabupaten Bulukumba. (Dok. Hafis Dwi Fernando - Instagram.com/hafisdwifernando01)
Suasana area sekitar pintu masuk Kawasan Adat Ammatoa Kajang, salah satu obyek wisata di Kabupaten Bulukumba. (Dok. Hafis Dwi Fernando - Instagram.com/hafisdwifernando01)

Layaknya masyarakat adat lainnya, Suku Kajang juga berjibaku menghadapi kehadiran investor yaitu PT London Sumatra. Sardi menyebutkan keduanya memiliki HGU (hak guna usaha) sekitar 2.000 hektar di wilayah adat tersebut.

"Tentunya kan ini mengganggu karena kan dalam konstitusi dan peraturan internasional, salah satu hak masyarakat adat terkait dengan tanah, air dan sumber daya alam, kalau kita cek juga ini salah satu pihak permanen yang dimiliki masyarakat adat," katanya.

Akan tetapi, izin HGU perusahaan tersebut hampir berakhir. Karena itu, masyarakat Kajang sedang berjuang agar HGU tidak diperpanjang.

"Biarkan dulu habis baru nanti dilakukan negosiasi kembali. Tapi dalam perkembangannya, lagi marak aksi menolak perpanjangan HGU," kata Sardi.

3. Masyarakat Kajang diakui sebagai subjek hukum

IDN Times / Istimewa
IDN Times / Istimewa

Masyarakat adat Kajang telah diakui negara sebagai subjek hukum. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulukumba telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengukuhan, Pengakuan Hak, dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang.

"Ada tiga implikasi dari penetapan masyarakat adat Ammatoa Kajang termasuk di dalamnya hak atas tanah dan sumber daya alam yang sudah diakui negara itu," katanya.

Untuk menjaga eksistensi masyarakat adat tersebut, Sardi mengatakan bahwa pemerintah harus menjalankan perda tersebut. Sebab perda itu menegaskan bahwa ada peran negara untuk memastikan masyarakat Ammtoa Kajang tetap eksis. 

"Di sisi lain juga memang internal masyarakat adat perlu terus dikuatkan, pranata sosialnya seperti nilai dan norma. Karena ini tergerus dengan perkembangan zaman," kata Sardi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
Ashrawi Muin
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us