Eks Kadinsos Makassar Disidang Terkait Dugaan Korupsi Bansos Covid-19

Makassar, IDN Times – Sidang perdana perkara dugaan korupsi pengadaan barang penanganan darurat COVID-19 di Dinas Sosial (Dinsos) Kota Makassar tahun anggaran 2020 digelar di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (26/5/2025). Salah satu terdakwanya eks Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, Mukhtar Tahir
Dalam sidang perdna, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel bersama Kejari Makassar membacakan surat dakwaan terhadap tujuh terdakwa dalam kasus yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
1. Ada tujuh terdakwa diduga terlibat

Salah satu terdakwa yakni, Mantan Kadis Sosial Makassar, Mukhtar Tahir. Ia duduk di kursi pesakitan bersama enam orang terdakwa lainnya, yaitu Salahuddin (Wakil Direktur PT Mulia Abadi Perkasa), M. Arief Rachman (Direktur CV Annisa Putri Mandiri).
Berikutnya, Fajar Sidiq (Direktur CV Sembilan Mart), Ikmul Alifuddin (Direktur CV Zizou Insan Perkasa), Suryadi (Direktur CV Adifa Raya Utama), dan Syamsul (Direktur CV Mitra Sejati).
2. Pembayaran paket sembako lebih mahal, sedangkan penydia tidak memenuhi syarat

Perkara ini bermula dari anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) senilai Rp36,5 miliar yang dikucurkan Pemkot Makassar pada 2020 untuk pengadaan paket sembako selama pandemi COVID-19. Sesuai hasil Rapat Paripurna DPRD, pengadaan seharusnya menggandeng Bulog dengan harga satuan Rp150 ribu per paket.
Namun, Mukhtar Tahir yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinsos Kota Makassar tidak menjalankan kesepakatan tersebut. Ia justru menunjuk sembilan penyedia, meski delapan di antaranya tidak memenuhi syarat untuk pengadaan darurat.
Perusahaan-perusahaan tersebut termasuk CV Zizou Insan Perkasa, CV Adifa Raya Utama, dan CV Mitra Sejati. "Penawaran dan pembayaran kepada penyedia ini justru lebih mahal dibandingkan dengan penawaran Bulog," ujar JPU saat membacakan surat dakwaan di hadapan majelis hakim.
3. Terdakwa tidak mengajukan eksepsi

Dalam surat dakwaan, JPU menyebut ketujuh terdakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi. Nilai kerugian keuangan negara akibat perbuatan mereka mencapai Rp5.287.470.030,38.
"Para terdakwa kami dakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tipikor, dengan ancaman pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi.
Setelah pembacaan dakwaan, para terdakwa tidak mengajukan bantahan atau eksepsi atas dakwaan JPU. "Terhadap surat dakwaan yang telah dibacakan oleh tim JPU Kejati Sulsel, para terdakwa menyatakan tidak mengajukan bantahan," pungkasnya.
Majelis hakim pun menetapkan agenda sidang berikutnya akan digelar pada 11 Juni 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi.