Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (kiri), bersama Rektor Unhas Prof. Jamaluddin Jompa saat memberi kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (29/8/2024). (Dok. Istimewa)
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (kiri), bersama Rektor Unhas Prof. Jamaluddin Jompa saat memberi kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (29/8/2024). (Dok. Istimewa)

Makassar, IDN Times -  Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memaparkan tentang urgensi penerapan Ekonomi Biru demi keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dia menyampaikannya dalam Kuliah Umum bertema "Implementasi Kebijakan Ekonomi Biru: Mewujudkan Keberlanjutan dan Kesejahteraan Bersama" di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (29/8/2024).

Kuliah umum diikuti civitas akademika Universitas Hasanuddin. Turut hadir Rektor Unhas Prof. Jamaluddin Jompa, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel Muhammad Ilyas, serta pejabat lingkup KKP.

Menteri Trenggono menyinggung soal peningkatan populasi penduduk dunia. Pada tahun 2019 jumlahnya 7,7 miliar jiwa, dan diperkirakan mencapai 9,7 miliar pada 2050. Pemenuhan kebutuhan pangan di masa depan jadi tantangan semua negara, termasuk Indonesia.

Di sisi lain, masyarakat global akan menghadapi isu malnutrisi. Data Badan Pangan Dunia (FAO) pada 2023 menyebutkan, jumlah masyarakat yang kekurangan pangan di dunia meningkat dari 7,9 persen di tahun 2019 menjadi 9,2 persen di 2022. Di Indonesia, masyarakat kekurangan pangan meningkat dari 8,5% di tahun 2021 menjadi 10,2% di tahun 2022.

“Silahkan diriset, laut dapat menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan pangan yang dunia sedang hadapi saat ini,” kata Trenggono.

1. Laut harus jadi episentrum Pembangunan nasional

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memberi kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (29/8/2024). (Dok. Istimewa)

Trenggono mengungkapkan, laut menyediakan beragam sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan yang tidak hanya bergizi tetapi juga lebih ramah terhadap lingkungan. Berdasarkan data Skyquest (2023), peran sektor kelautan dan perikanan dalam menyuplai sumber pangan diproyeksi akan semakin besar. Nilai pasar perikanan dunia diproyeksi akan terus mengalami pertumbuhan dengan Compound Annual Growth Rate atau CAGR sebesar 6,52% dari USD 269,3 miliar pada tahun 2023 menjadi USD 419,09 miliar pada tahun 2030.

"Sebagai negara kepulauan terbesar yang dianugrahi kekayaan sumber daya laut dan perikanan yang luar biasa besar, maka Indonesia harus menempatkan laut sebagai halaman depan sekaligus episentrum pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045," katanya.

Blue food atau pangan yang berasal dari perairan adalah masa depan untuk mengatasi malnutrisi dan kelaparan serta kesejahteraan masyarakat. Ada lebih dari 2.500 spesies biota laut dapat dijadikan sumber pangan bergizi tinggi. Di Indonesia, luas perairan mencapai 6,4 juta kilometer persegi. Potensi tangkapan mencapai 12,01 juta ton per tahun, sedangkan produksi perikanan budidaya laut bisa mencapai 50 juta ton.

2. Lima arah kebijakan Ekonomi Biru untuk menjawab tantangan

Ilustrasi kapal nelayan di Provinsi Kepri (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Di balik harapan besar terhadap laut sebagai penopang sektor pangan, laut juga tengah menghadapi banyak tantangan. Tekanan terhadap laut akibat aktivitas manusia meningkat, perubahan iklim, IUU fishing dan overfishing marak terjadi, serta polusi laut akibat sampah plastik mengancam keberlangsungan sektor kelautan dan perikanan Indonesia.

Untuk mengoptimalkan potensi serta menghadapi tantangan yang ada, Menteri Trenggono menyatakan semua harus mulai menyadari pentingnya menempatkan ekologi sebagai panglima. Terkait itu, KKP telah menerapkan lima arah kebijakan Ekonomi Biru.

Kebijakan itu antara lain: memperluas kawasan konservasi laut; penangkapan ikan secara terukur berbasis kuota; pengembangan budi daya laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan; pengelolaan dan pengawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; serta penanganan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau Bulan Cinta Laut (BCL).

"Ekonomi Biru harus menjadi mainstream dalam upaya pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia terutama untuk mencapai triple win yaitu Ocean Health, Ocean Wealth, dan Ocean Prosperity," kata MKP.

Trenggono mencontohkan kebijakan terkait pengembangan budi daya. Di Indonesia, banyak spesies yang bisa dijadikan komoditi unggulan. Salah satunya rumput laut yang selama ini jadi domain masyarakat pesisir, namun belum dikelola secara optimal.

“Selama ini masih sembarangan, dikeringkan, dijual raw material. Nilai tambah lebihnya (diserap) di luar (negeri). Saya kejar beberapa tahun ini agar ada investasi pengolahan di sini. Unhas bisa mengambil peluang,” ucapnya.

3. Kampus bisa mengambil peran

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memberi kuliah umum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Kamis (29/8/2024). (Dok. Istimewa)

Menurut Trenggono, Ekonomi Biru harus menjadi mainstream dalam upaya pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. Terutama untuk mencapai triple win yaitu Ocean Health, Ocean Wealth, dan Ocean Prosperity.

Melalui triple win tersebut, lanjutnya, implementasi Ekonomi Biru harus dapat memastikan beberapa hal. Pertama, terjaganya kualitas dan kesehatan lingkungan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Kedua, dapat memastikan ketersediaan pangan tanpa memberikan tekanan ekstra bagi laut di tengah kebutuhan yang semakin meningkat. Ketiga, menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat.

Dalam kesempatan itu, Menteri Trenggono mengatakan posisi strategis mahasiswa, akademisi, dan perguruan tinggi dalam mengimplementasikan kebijakan Ekonomi Biru di sektor kelautan dan perikanan melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

Menteri Trenggono merekomendasikan agar perguruan tinggi seperti Unhas mengambil peran. "Saya merekomendasikan agar kurikulum pendidikan di Universitas Hasanuddin memiliki fokus khusus terhadap ilmu pengetahuan, riset, inovasi, dan teknologi yang mendukung kebijakan Ekonomi Biru, karena inilah sesungguhnya masa depan bangsa Indonesia," katanya.

Rektor Universitas Hasanuddin, Jamaluddin Jompa menyatakan dukungannya terhadap konsep Ekonomi Biru, karena sesuai dengan visi Unhas 2045 yang berbasis benua maritim Indonesia. Unhas pun bersedia untuk bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan guna mendukung kebijakan tersebut.

“Kebijakan ekonomi biru yang berbasis ilmu pengetahuan, sains seperti penangkapan ikan terukur harus dilakukan, ukuran sangat penting,” ungkapnya.

Dalam kuliah umum itu juga dilakukan Perjanjian Kerja Sama antara Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin tentang Pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam Melalui Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pendataan, Kajian dan Publikasi.

Editorial Team