Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Daftar Tunggu Haji di Sulsel Tembus 245 Ribu

Kloter 41 Embarkasi Makassar saat masuk Asrama Haji Sudiang Makassar, Rabu (28/5/2025). (Dok. Kemenag Sulsel)
Intinya sih...
  • Antrean calon jemaah haji di Sulawesi Selatan mencapai 48 tahun, dengan lebih dari 245 ribu orang dalam daftar tunggu keberangkatan.
  • Pemerintah Arab Saudi memberikan kuota haji untuk Indonesia sebanyak 221 ribu, dengan alokasi 92% untuk haji reguler dan 2% untuk haji khusus.
  • Kementerian Agama menetapkan skema prioritas penetapan calon jemaah haji, termasuk lansia dan penentuan berdasarkan usia tertua di tingkat provinsi.

Makassar, IDN Times - Antrean panjang calon jemaah haji di Sulawesi Selatan terus membengkak. Hingga Mei 2025, lebih dari 245 ribu orang tercatat dalam daftar tunggu keberangkatan. Waktu tunggu pun kian tak masuk akal, di beberapa kabupaten seperti Sidrap, masa tunggunya bahkan bisa mencapai 46 tahun dan Bantaeng 48 tahun.

Asa Afif, Ketua Tim Bina Petugas dan Haji Reguler Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kanwil Kementerian Agama Sulsel, menyebutkan kondisi ini merupakan konsekuensi langsung dari besarnya animo masyarakat. Antusiasme tersebut tidak sebanding dengan kuota haji yang tersedia.

"Kalau daftar tunggu itu sekitar 245 ribu untuk yang sudah daftar tapi belum berangkat dan masuk waiting list. Itu kalau kita rata-ratakan dengan asumsi kuota yang diberikan tahun ini 7.272 maka diperkirakan itu jemaah haji Sulawesi Selatan itu akan berangkat rata-ratanya 34 tahun," kata Afif saat dihubungi IDN Times, Kamis (29/5/2025).

1. Sistem kuota proporsional berdasarkan penduduk muslim

Jemaah haji asal Indonesia saat meninggalkan hotel di Madinah menuju Makkah. (Media Center Haji/Rochmanudin)

Setiap tahun, pemerintah Arab Saudi menetapkan kuota haji untuk seluruh negara yang memiliki penduduk muslim. Indonesia tahun ini mendapat 221 ribu kuota, yang terdiri atas haji khusus dan haji reguler. Sekitar 92 persen dialokasikan untuk haji reguler dan 2 persen haji khusus.

"Kemudian, menteri akan membagi lagi kuota haji reguler itu kepada semua provinsi dengan rasio 1:1.000 dari jumlah penduduk muslim di tiap provinsi," jelas Afif.

Di Sulawesi Selatan, kuota haji dari pemerintah pusat kemudian dibagi ke kabupaten dan kota berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur. Rumus yang digunakan tetap sama yaitu satu kuota untuk setiap seribu penduduk muslim.

"Perbandingan kuota masing-masing kabupaten kota itu didasarkan jumlah penduduk muslim yang ada di tiap kabupaten kota. Semakin besar penduduk muslimnya, tentu kuota jemaahnya lebih besar," kata Afif.

Karena itu, daerah dengan populasi muslim besar mendapat kuota lebih banyak. Kota Makassar menjadi salah satu yang menerima alokasi tertinggi.

"Misalnya di Makassar itu, jumlah penduduk muslimnya itu diperkirakan sekitar 1 juta orang. Berarti kalau 1:1.000, maka jumlah kuota yang diberikan kepada Makassar itu sekitar 1.000 orang," kata Afif.

Sementara kabupaten kota dengan jumlah penduduk muslim yang sedikit akan mendapatkan kuota haji lebih kecil. Contohnya adalah Tana Toraja dan Toraja Utara yang jumlah penduduk muslimnya relatif rendah sehingga kuota yang diterima juga lebih sedikit.

"Toraja Utara hanya diberikan kuota haji 19 orang. Kemudian, Tana Toraja hanya 34 orang. Jadi kuota tiap kabupaten itu berbeda tergantung dari jumlah penduduk muslim yang ada di kabupaten tersebut," kata Afif.

2. Prioritas keberangkatan dari jemaah yang lunas, reguler, hingga lansia

Sejumlah jemaah haji Indonesia saat hendak salat sunah ihram atau miqat di masjid Bir Ali, Madinah, Arab Saudi, Jumat (23/5/2025). (Media Center Haji/Rochmanudin)

Kementerian Agama menetapkan skema prioritas dalam penetapan calon jemaah haji. Skema ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler.

Pertama, jemaah yang sudah melunasi pembayaran tahun sebelumnya namun tertunda keberangkatannya karena tidak masuk alokasi kuota. Kedua, jemaah dalam daftar reguler sesuai antrean tahun berjalan. Ketiga, prioritas bagi jemaah lanjut usia (lansia).

"Kalau lansia, berdasarkan undang-undang itu, yang masuk kategori lansia itu adalah jemaah haji yang berusia di atas 65 tahun. Untuk tahun ini, kita diberikan kuota 5 persen atau 364 orang," kata Afif.

Persyaratan utama bagi jemaah yang masuk alokasi kuota lansia adalah telah terdaftar minimal selama lima tahun. Artinya, calon jemaah tersebut sudah pernah mendaftar dan namanya tercatat sekurang-kurangnya lima tahun sebelumnya.

Setelah itu, penentuan berdasarkan dengan mengurutkan usia tertua di tingkat provinsi. Misalnya di Sulawesi Selatan, seluruh jemaah yang memenuhi syarat dikumpulkan lalu diranking berdasarkan usia.

"Usia tertua sampai mencukupi angka kuota 364 tadi. Untuk tahun ini, angkanya itu kita dapat usia tertua itu sekitar 102 tahun dan usia termudanya itu 84 tahun untuk mengisi kuota prioritas lansia," kata Afif.

3. Tiga kategori pengisi sisa kuota

Ilustrasi - Jemaah haji Indonesia tiba di Bandara Jeddah, Arab Saudi. (Media Center Haji)

Apabila dalam masa pelunasan terdapat jemaah yang batal atau tidak melunasi, maka akan muncul sisa kuota. Kuota ini kemudian dapat dialokasikan kepada tiga kelompok prioritas tambahan.

Pertama, pendamping lansia yang harus merupakan anak kandung atau menantu, serta sudah terdaftar minimal lima tahun. Kedua, penggabungan mahram, seperti suami-istri atau anak-orangtua yang terpisah jadwalnya. Ketiga, jemaah penyandang disabilitas dan pendampingnya.

"Ini diberikan kesempatan untuk mengisi sisa kuota. Jadi bukan kuota khusus. Kuota untuk pendamping tadi, tetapi akan mengisi sisa kuota yang ada. Jadi ada tiga kategori jemaah yang bisa mengisi sisa kuota tadi," kata Afif.

3. Tidak bisa daftar lintas daerah

Ilustrasi - Jemaah haji Indonesia tiba di Bandara Jeddah, Arab Saudi. (Media Center Haji)

Afif yang juga Sekretaris PPIH Embarkasi Makassar ini lantas menepis maraknya informasi bahwa masyarakat bisa mengakali sistem antrean dengan mendaftar di daerah lain yang waktu tunggunya lebih pendek. Dia menegaskan sistem pendaftaran hanya berdasarkan alamat di KTP.

"Kalau KTP Makassar, hanya boleh dilayani pendaftarannya di Makassar karena kan pada saat mengisi biodata dan datanya diinput ke Siskohat, itu kan ada alamat, ada kabupaten, ada kecamatan," katanya.

Afif menjelaskan bahwa jika seseorang mencoba mendaftar haji di kabupaten lain namun menggunakan KTP Makassar, maka datanya akan tetap kembali ke Makassar. Dia menegaskan sistem secara otomatis menyesuaikan pendaftaran dengan alamat yang tertera di KTP.

"Walau mendaftar di daerah lain, ketika datanya diinput, pasti kembali lagi ke Makassar pendaftarannya. Makanya itu pendaftaran didasarkan di KTP-nya sesuai dengan alamat yang tercatat di KTP-nya," katanya.

5. Proses verifikasi berlapis, manipulasi data bisa dipidana

Jemaah calon haji saat mengantre ke Raudhah, Masjid Nabawi, Arab Saudi. (Media Center Haji/Rochmanudin)

Menjawab pertanyaan soal potensi penyalahgunaan kuota, Afif menegaskan bahwa proses verifikasi berjalan secara ketat dan berlapis, dari tingkat kabupaten/kota hingga provinsi. Proses itu juga melibatkan Inspektorat Jenderal Kemenag.

"Kita kan ada regulasi yang mengatur. Jadi itu sistem verifikasinya berjenjang mulai dari kabupaten kota kemudian akan dilanjutkan lagi di tingkat provinsi sampai akhirnya diputuskan barulah dia bisa melakukan pelunasan ketika semua jenjang itu sudah dilalui," katanya.

Afif menjelaskan Kementerian Agama memverifikasi berdasarkan dokumen administrasi yang diserahkan oleh jemaah haji. Sepanjang proses tersebut, keputusan hanya bisa diberikan kepada jemaah yang memenuhi semua kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang.

Dia mengatakan jika di kemudian hari ditemukan pelanggaran atau manipulasi data, maka hal itu sudah masuk dalam ranah hukum. Pelanggaran semacam itu dapat diproses secara hukum apabila ada bukti yang cukup.

"Jadi kalau di Kementerian Agama itu verifikasinya sebatas dokumen yang diserahkan oleh jemaah. Kalau ada manipulasi data, dan sebagainya itu sudah masuk ranah hukum yang bisa diproses secara hukum kalau bisa dibuktikan bahwa ada terjadi pelanggaran," kata Afif.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ashrawi Muin
Aan Pranata
Ashrawi Muin
EditorAshrawi Muin
Follow Us