Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bayi Anoa dataran tinggi yang ditempatkan di kandang karantina Anoa Breeding Center, Manado, Sulawesi Utara, Minggu (17/9/2023). IDNTimes/Savi

Manado, IDN Times – Suatu pagi Syam Mahmud, seorang petani, mendengar suara seperti anak kambing ketika berada di kebunnya di Desa Cempaka Putih, Kecamatan Kecamatan Tolinggula, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Ia yang datang bersama anaknya terus mencari sumber suara tersebut hingga menemukan bekas jejak menyerupai telapak sapi. Bekas jejak tersebut menuntunnya pada seekor satwa yang menyerupai sapi kecil.

Sapi kecil tersebut kemudian diduga sebagai anak Anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi) yang berusia sekitar 3 bulan. Saat didekati, anak Anoa dataran tinggi tersebut tampak ketakutan namun tidak lari. Akhirnya, Syam Mahmud dan anaknya memutuskan menangkap dan membawa pulang anak Anoa tersebut.

Syam Mahmud merawat anak Anoa tersebut selama kurang lebih 1 bulan. Kebunnya yang berbatasan langsung dengan hutan memudahkan Syam mencari makan untuk anak Anoa tersebut. “Saya kasih air gula juga karena pertimbangannya dia masih disusui. Karena tidak ada susu, jadi pakai air gula supaya dia minum,” jelas Syam, Minggu (17/9/2023).

1.Berencana dikembalikan ke hutan

Syam Mahmud bersama bayi Anoa dataran tinggi yang ia temukan di kebunnya di Desa Cempaka Putih, Kecamatan Kecamatan Tolinggula, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. IDNTimes/Dokumentasi Pribadi

Saat ditemukan, bayi Anoa dataran tinggi itu dalam keadaan lemas dan terus mencari induknya. Sebenarnya, Syam berencana mengembalikannya ke hutan setelah lebih segar. Namun, karena sudah terlanjur sayang dan mempertimbangkan usianya yang masih kecil, Syam mengurungkan niatnya sambil terus mencari solusi terbaik.

Selama dirawat, bayi Anoa tersebut diletakkan di halaman ketika keluarga Syam semua ada di rumah. Jika tidak, ia ditempatkan di sebuah kandang yang Syam buat sendiri. Sesekali ia mengajak bayi Anoa itu keliling di dekat rumahnya, dan tak jarang ada temannya yang menawar untuk membeli.

“Tapi saya tahu kalau dibeli saat itu untuk dipotong (dikonsumsi, -red), jadi tidak saya kasih. Apalagi ini hewan dilindungi,” ujar Syam.

2.Risiko dipelihara di kampung

Editorial Team

EditorSavi