Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret Kampung Pemulung di Jalan Mirah Seruni Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (13/6/2021). IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Matahari baru saja terbit saat Halima Daeng Tene, 54 tahun, membopong sebuah karung besar kosong keluar dari rumah semi permanen. Ya, sepagi itu, ibu delapan anak tersebut harus mulai berjuang mencari nafkah di jalanan, di antara gedung-gedung bertingkat di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Halima bekerja sebagai pemulung barang bekas seperti gelas dan botol plastik.

Halima berasal dari Kabupaten Jeneponto di selatan Sulsel. Sejak 1991, dia bersama keluarga memutuskan pindah ke Makassar berharap agar penghidupan jauh lebih baik. Belakangan, beban Halima semakin bertambah usai sang suami meninggal dunia. Karena itu, dia lebih giat bekerja dari pagi buta hingga sekitar pukul 10 malam. Jeda istirahat hanya pada saat waktu salat tiba. Lokasi memulung sengaja tidak jauh-jauh dari rumah, agar dia bisa pulang untuk membersihkan badan sebelum beribadah.

"Di belakang Carrefour (Panakkukang). Biasanya saya ambil sampah botol plastik dan botol kaca, daun dos. Yang penting bisa jadi uang. Biasanya dapat 3 kantong hitam besar untuk yang botol," kata Halima saat berbincang dengan IDN Times, Minggu (13/6/2021).

Penghasilan Halima per hari sangat kurang, hanya berkisar Rp50 ribuan. Namun tidak ada pilihan lain baginya. Sebab perut dia dan anak-anaknya harus terisi setiap hari. Opsi pulang kampung pun dia buang jauh-jauh.

Editorial Team

Tonton lebih seru di