Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Direktur LBH Makassar, Abdul Aziz Dumpa (tengah) saat rilis Catatan Akhir Tahun LBH Makassar 2024, Jumat (27/12/2024). (IDN Times/Darsil Yahya)
Direktur LBH Makassar, Abdul Aziz Dumpa (tengah) saat rilis Catatan Akhir Tahun LBH Makassar 2024, Jumat (27/12/2024). (IDN Times/Darsil Yahya)

Makassar, IDN Times - Direktur LBH Makassar, Abdul Aziz Dumpa menyampaikan kritis keras terhadap peran kepolisian di Indonesia pada tahun 2024. Khususnya dalam konteks penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM).

Aziz menyebut polisi tidak lagi berfungsi sebagai pelindung masyarakat, melainkan cenderung sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan dan mendukung kepentingan perusahaan, terutama dalam perampasan lahan rakyat.

"Rezim di 2024, polisi secara paripurna memperlihatkan watak yang sesungguhnya bahwa dia bukanlah institusi yang dibuat untuk melindungi masyarakat, tetapi untuk mempertahankan kekuasaan dan melakukan perampasan lahan rakyat," ujar Abdul Aziz Dumpa kepada awak media saat rilis Catatan Akhir Tahun 2024 LBH Makassar, Jumat (27/12/2024).

1. Aparat sering terlibat kekerasan terhadap masyarakat

Aliansi Mahasiswa Pemuda Bulukumba Bersatu menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bawaslu Sulsel, Rabu (11/12/2024). IDN Times/Darsil Yahya Mustari

Aziz menjelaskan, aparat kepolisian seringkali terlibat dalam kekerasan terhadap masyarakat yang mengkritik kebijakan pemerintah dan perusahaan. Misalnya, dalam berbagai aksi peringatan hari HAM, hari tani, hingga peringatan darurat, polisi tidak jarang menggunakan kekerasan terhadap demonstran.

"Dalam kasus terkait proyek-proyek infrastruktur dan perkebunan besar yang merugikan masyarakat, polisi juga dilaporkan berposisi berpihak pada perusahaan," bebernya.

Salah satu contoh adalah perjanjian antara sebuah perusahaan tambang emas dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan. Nota kesepahaman itu ditandatangani untuk menjaga keamanan dan kelancaran operasional perusahaan, meskipun hal tersebut seringkali mengorbankan hak-hak rakyat atas tanah mereka.

"Warga yang melawan perampasan lahan dengan mudah dijadikan sasaran kekerasan, bahkan dikriminalisasi," ujarnya.

2. Demonstran dan aktivis mendapat perlakuan sewenang-wenang

Direktur LBH Makassar, Abdul Aziz Dumpa (tengah) saat rilis Catatan Akhir Tahun LBH Makassar 2024, Jumat (27/12/2024). (IDN Times/Darsil Yahya)

Lebih lanjut, Koordinator Divisi Hak-Hak Sipil dan Politik LBH Makassar, Hutomo, mengungkapkan bahwa aparat kepolisian juga kerap terlibat dalam tindakan sewenang-wenang terhadap para demonstran dan aktivis. Berdasarkan catatan LBH Makassar, setidaknya 157 orang telah menjadi korban pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kepolisian pada 2024, melalui penangkapan sewenang-wenang dan kekerasan.

Berdasarkan data yang dihimpun, beberapa aksi demonstrasi yang berujung pada kekerasan oleh polisi antara lain terjadi pada 3 April 2024 (aksi solidaritas Mahasiswa Papua), 1 Mei 2024 (Hari Buruh), 2 Mei 2024 (Hari Pendidikan Nasional), serta aksi demonstrasi mahasiswa pada 5 Agustus dan 26 Agustus 2024.

Selain itu, dalam kasus kriminalisasi, polisi juga diduga menggunakan kekerasan untuk memaksa pengakuan dari tersangka, seperti yang terjadi pada 16 Juni 2024, di mana seorang pria berinisial R dipaksa mengaku dengan cara dipukuli menggunakan pipa besi dan ditendang hingga berdarah.

"Polisi cenderung mengabaikan hak-hak dasar tersangka dan asas praduga tak bersalah. Mereka lebih mengikuti kepentingan korporasi dan birokrasi yang menyimpang," ujar Hutomo.

3. Polisi butuh pengawasan yang kuat dan independen

Ilustrasi polisi. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

LBH Makassar mengungkapkan bahwa pengawasan terhadap kepolisian menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan, mengingat peran pentingnya dalam penegakan hukum dan HAM. Dalam perspektif reformasi sektor keamanan, pengawasan terhadap institusi kepolisian harus memiliki kewenangan yang kuat dan independen.

Hutomo menambahkan, reformasi sektor keamanan harus mencakup aspek kultural, instrumental, dan struktural, dengan penekanan pada pengawasan yang kuat dan independen. Tanpa itu, institusi kepolisian akan terus menjadi instrumen yang melanggar hak asasi manusia.

LBH Makassar juga menyoroti kurangnya perhatian terhadap perempuan dan kelompok rentan dalam konteks penegakan HAM di Indonesia. Meskipun dua tahun berlalu sejak diterapkannya UU TPKS, tidak ada perubahan signifikan yang dirasakan oleh perempuan dan kelompok lain dalam mendapatkan ruang aman.

"Keadaan semakin sulit bagi masyarakat, karena banyaknya kriminalisasi dan konflik yang melibatkan kepolisian dalam perampasan lahan dan kebebasan berekspresi," kata dia.

Editorial Team