Rana Sukma Taris tak pernah membayangkan bumbu racikannya akan menempuh perjalanan ribuan kilometer, bahkan hingga ke luar negeri. Ia hanya ingin mengisi waktu setelah bertahun-tahun berhenti dari pekerjaan. Tapi dunia berubah. Pandemi datang, orang-orang berdiam di rumah, dan dapur menjadi ruang pelarian. Bumbu instan buatan tangan Rana menemukan jalannya: menjadi penghubung rasa, penawar rindu, sekaligus jalan hidup yang baru.
Makassar, IDN Times - Rana, seorang ibu rumah tangga di Makassar, punya kebiasaan membawa makanan hasil masakannya saat ada acara ngumpul bareng teman-teman. Dari kari, coto, hingga toppa lada. Di setiap kesempatan itu pula dia kerap mendapatkan pujian karena masakannya enak. Teman-teman kemudian mendorongnya untuk mengembangkan kemampuan masak itu menjadi nilai ekonomis.
“Teman-teman bilang, enak makananmu, kenapa tidak bikin (jual) bumbunya?” kata Rana mengenang, saat berbincang dengan IDN Times, Selasa (27/5/2025).
Pada satu hari di tahun 2014, Rana memulai usahanya. Sepuluh tahun sejak dia resign sebagai medical representation sebuah perusahaan farmasi. Bosan tinggal di rumah dan berniat menambah pemasukan keluarga, dia meracik bumbu makanan tradisional lalu menjualnya dalam kemasan siap saji dengan nama: Bumbu Instan Jenk’Ranaa.
Rana meracik bumbu dengan tangan, dari resep turun-temurun yang dieksplorasi sendiri. Dia membuat berbagai varian dengan nuansa cita rasa Nusantara, terutama khas Makassar. Hingga kini ada sepuluh varian, antara lain, seperti coto, konro, pallubasa, dan toppa lada.
Selain otentik dan mengusung kearifan lokal, produk Jenk’Ranaa juga tidak menggunakan MSG sehingga diklaim sehat dan bisa dinikmati semua kalangan. Bumbu dalam kemasan itu bisa disimpan sampai enam bulan dalam suhu ruangan, atau satu tahun jika didinginkan di freezer.
Awalnya bumbu itu dipasarkan dari mulut ke mulut atau memanfaatkan jaringan pertemanan. Pemasarannya otomatis jadi terbatas.
Indonesia punya lebih dari 64 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menurut data Kementerian Koperasi dan UKM. Mereka menyumbang lebih dari 60 persen terhadap PDB nasional. Namun kebanyakan hidup di tepi: akses terbatas ke teknologi, modal, dan pasar yang lebih luas. Rana adalah bagian dari statistik itu—sebelum 2019.
Titik baliknya adalah pandemi Covid-19 yang mengacaukan dunia. Pemerintah membatasi pergerakan orang, pertemuan fisik ditinggalkan, sehingga aktivitas digital di internet jadi jalan keluar, termasuk soal transaksi jual-beli. Jenk’Ranaa memanfaatkan peluang itu dengan hadir di e-commerce.
“Orang-orang tinggal di rumah, termasuk pekerja kantoran yang tidak bisa masak. Mereka mau bikin makanan enak untuk keluarga, yang otentik khas lokal tapi tidak ada penjual buka. Dari situ kita mulai aktif jual lewat online,” kata Rana.
“Pas Covid itu alhamdulillah bumbu instan sendiri booming. Kalau usaha lain mungkin banyak yang karam, bumbu instan sendiri pas bagus-bagusnya waktu itu,” dia menambahkan.
