Bulog Bolehkan Beras Oplosan Asal Sesuai Aturan dan Standar Mutu

- Pencampuran beras untuk keseragaman kualitas produk
- Tidak semua bentuk pencampuran bisa dibenarkan
- Beras SPHP tidak boleh dijual seharga premium
Makassar, IDN Times - Perum Bulog menyampaikan bahwa praktik pencampuran beras atau oplosan diperbolehkan dalam proses distribusi dan produksi, selama dijalankan secara transparan dan mengikuti standar mutu yang berlaku. Hal ini disampaikan Direktur Bisnis Perum Bulog, Febby Novita, dalam sambutannya saat membuka kegiatan RPK Fest di Baruga Lappo Ase, Kantor Bulog Kanwil Sulsel dan Sulbar, Rabu (30/7/2025).
Menurut Febby, istilah oplos selama ini sering dikonotasikan negatif oleh publik. Padahal dalam praktik industri perberasan, mixing atau pencampuran merupakan hal yang umum, bahkan dijalankan secara terukur untuk menghasilkan produk berkualitas sesuai klasifikasi yang ditetapkan pemerintah.
"Bulog melakukan oplos dalam konotasi positif. Misalnya beras komersil dengan kualitas premium. Premium itu, syaratnya adalah beras patahnya (broken) boleh maksimal hanya 15 persen. Bagaimana cara bikinnya? Itu kita campur beras utuh," kata Febby.
1. Pencampuran untuk menciptakan keseragaman kualitas produk

Proses pencampuran tersebut, kata Febby, dibuat di pabrik rice to rice milik Bulog. Di Sulsel, pabrik seperti ini ada di Makassar dan Sidrap. Tujuannya adalah menciptakan keseragaman kualitas produk sesuai kategori mutu, seperti medium atau premium.
Di luar aspek teknis, pencampuran juga dibuat berdasarkan selera dan kebiasaan konsumen di berbagai daerah. Menurut Febby, preferensi masyarakat dalam mengonsumsi beras, berbeda-beda di setiap daerah.
"Makassar ini kan yang beli dari daerahnya macam-macam. Ada dari Sumatera, Jawa, Kalimantan dan lain-lain. Biasanya orang Sumatera, atau orang Jawa sebagian, kalau beli beras tidak melulu langsung di-packing, biasanya dia campur dengan varietas lain," katanya.
2. Tidak semua bentuk pencampuran bisa dibenarkan

Meski demikian, Febby menekankan bahwa tidak semua bentuk pencampuran bisa dibenarkan. Dia memberi batas tegas pada praktik oplosan terhadap beras subsidi, khususnya beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan).
Produk ini, kata dia, tidak boleh dicampur lalu dijual kembali sebagai beras premium dengan harga yang lebih tinggi. Dia menegaskan bahwa beras SPHP merupakan beras subsidi yang jelas peruntukannya.
"Jadi kalau hari ini, sahabat RPK (mitra) beli SPHP Rp11.000 ambil di gudang Bulog, sejatinya Bulog itu menagihkan selisihnya ke pemerintah. Jadi, hari ini selisihnya kalau tidak salah Rp3.000 per kilo, ada subsidinya. Jadi tidak boleh (dioplos)," katanya.
3. Beras SPHP tidak boleh dijual seharga premium

Febby menyebut selisih harga dari beras SPHP ditanggung oleh negara dalam skema subsidi pangan nasional. Karena itu, segala bentuk penyalahgunaan distribusi, pencampuran tidak sah, atau manipulasi label akan merugikan konsumen dan mencederai tujuan program intervensi harga.
"Ini bisa harus disosialisasikan, saya rasa di sini sudah banyak yang tahu, kepada teman-teman yang lain bahwa yang tidak boleh beras SPHP dijual dengan harga premium, karena harga premium itu HET-nya Rp14.900, harusnya beras SPHP ini dijual harga Rp12.500," katanya.
Bulog juga mengingatkan para mitra Rumah Pangan Kita (RPK) untuk tidak hanya menjalankan fungsi penjualan, tetapi juga menjadi bagian dari jaringan distribusi yang bertanggung jawab. Dalam konteks ini, Bulog tetap berupaya memberi ruang margin yang sehat bagi mitra RPK, selama aturan dipatuhi.
"Saya rasa Bulog sangat memperhatikan dan sangat berpikir untuk bagaimana jadinya sahabat RPK ini punya margin atau untung supaya dia bisa hidup. Contoh beras SPHP dibeli di gudang Rp11.000, kalau pengen diantar misalnya tambah Rp500, silakan," katanya.