Bima Arya: Banyak Kasus Sengketa Batas Wilayah

- Upaya penyelesaian harus mengedepankan pendekatan komprehensif Bima Arya menilai upaya penyelesaian harus mengedepankan pendekatan komprehensif. Proses dialog menjadi kunci utama agar semua pihak bisa menyampaikan perspektif masing-masing secara terbuka.
- Kemendagri bentuk Tim Nasional Penamaan Rupa Bumi Bima menyebut Kementerian Dalam Negeri telah menyiapkan langkah serius untuk menyelesaikan sengketa batas wilayah, termasuk membentuk Tim Nasional Penamaan Rupa Bumi.
- Pemerintah masih akan membahas sengketa empat pulau Sebelumnya, Kemendagri menetapkan status empat pulau yang tadinya berada di Aceh kini
Makassar, IDN Times - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menyoroti persoalan batas wilayah yang masih sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Menurutnya, sengketa semacam ini bukan hanya terjadi antara Aceh dan Sumatera Utara, tetapi juga di sejumlah wilayah lain.
"Banyak sebenarnya kasus seperti ini, soal batas wilayah. Kita harus mengumpul semua data. Tak hanya data geografis tetapi secara historis dan kultural juga penting. Ini yang memakan waktu lama sebenarnya," kata Bima Arya saat berkunjung ke Makassar, Jumat (13/6/2025).
1. Upaya penyelesaian harus mengedepankan pendekatan komprehensif

Bima Arya menilai upaya penyelesaian harus mengedepankan pendekatan komprehensif. Proses dialog menjadi kunci utama agar semua pihak bisa menyampaikan perspektif masing-masing secara terbuka.
"Proses dialog itu penting untuk mengumpulkan semua perspektif dan data. Artinya, tidak ada kepentingan sama sekali, kecuali semuanya dikembalikan lagi kepada data, fakta, didengarkan semua dan diputuskan secara hukum," katanya.
2. Kemendagri bentuk Tim Nasional Penamaan Rupa Bumi

Bima menyebut Kementerian Dalam Negeri telah menyiapkan langkah serius untuk menyelesaikan sengketa batas wilayah, termasuk membentuk Tim Nasional Penamaan Rupa Bumi. Tim ini akan menentukan secara legal nama pulau serta batas wilayah.
Menurutnya, kasus sengketa batas wilayah seperti yang terjadi antara Aceh dan Sumut memerlukan kesabaran dan ketelitian, karena melibatkan aspek geografis, sejarah, dan budaya. Pemerintah berharap setiap penyelesaian bisa dilakukan secara adil tanpa memunculkan konflik baru.
"Kementerian Dalam Negeri melihat bahwa persoalan ini harus disikapi dengan serius. Memang persoalan ini sudah lama sekali menjadi sengketa dan menjadi perhatian, baik dari warga Aceh maupun Sumatera Utara," katanya.
3. Pemerintah masih akan membahas sengketa empat pulau

Sebelumnya, Kemendagri menetapkan status empat pulau yang tadinya berada di Aceh kini menjadi milik Sumatra Utara. Keempat pulau itu yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang.
Keputusan ini didasarkan pada hasil kajian awal. Meski begitu, pemerintah tetap membuka ruang bagi proses review untuk memastikan keputusannya benar-benar tepat dan berkeadilan.
"Pak Mendagri Tito Karnavian, akan menggelar rapat khusus pada hari Selasa mendatang dengan mengundang semua kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Informasi Geospasial," katanya.
Setelah itu, Mendagri juga akan mengundang tokoh-tokoh masyarakat dan para pemimpin daerah dari kedua provinsi, baik dari Sumatera Utara maupun Aceh, termasuk perwakilan dari Tapanuli Utara dan Aceh Singkil.
"Semua pihak akan diminta menyampaikan pandangan, masukan, serta fakta sejarah yang dimiliki. Proses ini akan menjadi dasar untuk melakukan review total terhadap status wilayah keempat pulau tersebut," katanya.