Rektor Universitas Hasanuddin, Dwia Aries Tina Pulubuhu, berpidato dalam upacara penerimaan mahasiswa barutahun ajaran 2020/21, pada Senin 9 September 2020. (Dok. Direktorat Komunikasi Universitas Hasanuddin)
Rangkap jabatan rektor ini menjadi polemik karena sejatinya pendidikan adalah ruang yang jauh dari intervensi oligarki. BEM Unhas memandang ketika pimpinan universitas merangkap jabatan suatu perusahaan baik asing maupun milik negara, hal itu akan memicu adanya konflik internal di lingkup universitas.
"Ini bisa menjadi salah satu peluang adanya intervensi dari luar. Karena pada dasarnya kita tahu bahwa institusi (pendidikan) adalah lembaga independen yang tugasnya untuk membina kaum intelektual pada dasarnya dan itu harus jauh dari konflik-konflik kepentingan yang tidak ada hubungannya dengan dunia pendidikan," kata Imam.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka BEM Unhas menyatakan akan mengusut bagaimana pelanggaran statuta oleh rektor.
"Maka dari itu tuntutan kami adalah masih meminta rektor untuk mundur dari komisaris independen," kata Iman.
Selain itu, BEM Unhas juga mendesak MWA mengadakan rapat paripurna untuk membahas pelanggaran Statuta Universitas Hasanuddin.
"Tapi ketika nanti kami sudah selesai berdialektika dengan MWA, dan waktu itu kita bersama memutuskan bahwa ini pelanggaran statuta, mungkin tuntutannya bukan lagi mundur dari PT Vale, tapi tentang mundur dari jabatan rektor. Karena itu betul-betul pelanggaran aturan," kata Imam.
Kepala Sub Direktorat Humas Unhas, Ishaq Rahman, saat dikonfirmasi IDN Times mengaku pihaknya tidak ingin lagi membahas polemik rangkap jabatan rektor yang digulirkan BEM Unhas. "Kita tidak berkomentarmi (lagi) tentang hal ini," kata Ishaq.