Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
1001305473.jpg
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2) Dinas Kesehatan Sulsel, Muhammad Yusri Yunus, di Kantor Gubernur Sulsel, Rabu (5/11/2025). IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mempercepat program penanggulangan tuberkulosis (TBC) di seluruh 24 kabupaten dan kota. Tahun ini, pemerintah menargetkan 45.472 kasus TBC ditemukan dan diobati sebagai bagian dari upaya menuju eliminasi penyakit tersebut pada 2030.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2) Dinas Kesehatan Sulsel, Muhammad Yusri Yunus, menyebut sejak Januari hingga awal November 2025 capaian penemuan kasus baru mencapai sekitar 52,4 persen dari target. Upaya percepatan kini difokuskan pada pemeriksaan aktif di daerah dengan capaian rendah.

"Kita terus melakukan semua kegiatan dalam rangka percepatan dan penanggulangan TBC di Sulawesi Selatan, di 24 kabupaten kota, di mana target kita Rp45.472 yang harus kita capai. Di kondisi sekarang kita sudah pada angka kurang lebih di angka 45 persen," kata Yusri di Kantor Gubernur Sulsel, Rabu (5/11/2025).

1. Dinkes genjot skrining TBC lewat portable X-Ray 

ilustrasi mobile X-ray produksi Indonesia (IDN Times/Rifki Wuda)

Yusri berharap capaian penemuan kasus dapat meningkat pada dua bulan terakhir tahun ini. Pemeriksaan aktif menggunakan portable X-ray di 13 kabupaten dan kota dengan temuan rendah diharapkan membantu meningkatkan deteksi dan pengobatan TBC.

Portable X-ray merupakan alat rontgen yang bisa dipindahkan dengan mudah dan digunakan di luar fasilitas kesehatan. Alat ini memungkinkan pemeriksaan langsung di lapangan tanpa pasien harus datang ke rumah sakit.

Dalam penanggulangan TBC, portable X-ray dimanfaatkan untuk skrining aktif atau pemeriksaan lapangan secara langsung. Alat ini membantu mendeteksi lebih awal kemungkinan infeksi TBC, terutama di wilayah yang jauh dari layanan kesehatan atau dengan tingkat temuan kasus yang masih rendah.

"Kita melakukan active case pending atau portable x-ray di 13 kabupaten kota dengan target kabupaten terendah, itu bisa mengangkat temuan kasus kita untuk pencapaian penemuan kasus dan pengobatan," kata Yusri.

2. Capaian penemuan kasus TBC Sulsel bervariasi

Ilustrasi TBC. (Kemkes.go.id)

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sulsel, adapun 13 daerah dengan capaian terendah penemuan kasus TBC periode Januari-November 2025 meliputi Tana Toraja (22 persen), Toraja Utara (27 persen), Soppeng (30 persen), dan Enrekang (31 persen). 

Kemudian, Luwu Utara (34 persen), Bone (34 persen), Luwu Utara (35 persen), Bulukumba (37 persen), Pinrang (37 persen), Luwu Timur (38 persen), Sidrap (39 persen), Barru (40 persen), dan Gowa (41 persen).

Sementara daerah dengan capaian tertinggi di antaranya Makassar (100 persen), Palopo (96 persen), Parepare (92 persen) Bantaeng (88 persen) dan Takalar (58 persen). Yusri menegaskan kasus terlihat naik bukan karena jumlahnya yang meningkat namun karena aktivitas skrining yang semakin masif.

"Sebenarnya semua masih dalam proses ya," katanya.

3. Penanggulangan TBC libatkan desa hingga camat

Ilustrasi TBC (www.myupchar.com via Wikimedia.org)

Yusri menjelaskan, pihaknya terus memperkuat koordinasi dan komunikasi lintas program di seluruh daerah. Upaya ini melibatkan kepala dinas, kepala bidang, hingga puskesmas dan pengelola program di tingkat kabupaten dan kota.

Langkah berikutnya difokuskan pada penguatan komunikasi dan koordinasi lintas sektor. Setiap desa akan menerima target penanganan TBC sesuai pembagian yang telah ditetapkan di 24 kabupaten dan kota.

"Kita melibatkan seluruh kepala desa, kelurahan, camat sebagai bagian dari indikator kinerja di tingkat kabupaten kota, karena TBC ini merupakan program prioritas Bapak Gubernur melalui kick winsnya dan harus kita lakukan eliminasi TBC sampai tahun 2030 nanti," kata Yusri.

4. Stigma dan kurangnya pemahaman jadi hambatan penanganan

Ilustrasi TBC (Wikimedia.org/CDC)

Yusri menuturkan hambatan dalam penanganan TBC masih muncul di lapangan karena penyakit ini bersifat menular dan memunculkan kekhawatiran di masyarakat. Salah satu tantangan terbesar adalah masih kuatnya stigma sosial serta rendahnya pemahaman warga terhadap penyakit dan proses pengobatannya.

Karena itu, Dinas Kesehatan terus mengedukasi masyarakat dengan pendekatan yang lebih persuasif agar lebih memahami penyakit TBC. Upaya ini diharapkan menumbuhkan kesadaran dan kesabaran warga dalam menjalani proses pengobatan hingga tuntas.

"Dengan begitu, kedisiplinan dalam mencapai target kita ini dapat kita sama-sama capai secara totalitas antara masyarakat, petugas dan regulasi yang sudah kita buat," kata Yusri.

Editorial Team