Tim SAR gabungan menemukan jasad korban banjir di Kecamatan Suli Barat, Kabupaten Luwu, Selasa (7/5/2024). (Dok. Basarnas Makassar)
Berdasarkan satelit pemantau hujan (zoom.earth), WALHI menemukan bahwa daerah sekitar Pegunungan Latimojong (bagian utara Sulawesi Selatan) berdekatan dengan Kabupaten Enrekang, Tana Toraja, Sidrap, Luwu) dan sebagian wilayah Sulawesi Selatan bagian timur (teluk bone) mulai diguyur hujan dengan intensitas yang cukup tinggi yakni kisaran 0,5 hingga 8 mm/h pada tanggal 26 April sampai 3 Mei 2024. Intensitas hujan yang tinggi dan dalam waktu yang lama secara alamiah mengakibatkan volume air dari wilayah pegunungan (hulu) penuh dan mengalir deras ke beberapa anak-anak sungai.
Kemudian, hasil analisis tutupan hutan di lima kabupaten (Luwu, Enrekang, Sidrap, Wajo, dan Soppeng) menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah yang mengalami bencana banjir dan longsor memiliki wilayah tutupan hutan di bawah angka 30 persen. Wilayah DAS terdampak banjir di Kabupaten Luwu yaitu DAS Suso (39,43 persen), DAS Suli (17,73 persen), DAS Mati (5,55 persen), DAS Ponrang (12,53 persen), DAS Temboe (13,57 persen), DAS Paremang (26,16 persen) dan DAS Lamunre (3,81 persen)
Wilayah DAS terdampak banjir di Kabupaten Enrekang yaitu; DAS Saddang (17,09 persen). Lalu, wilayah DAS terdampak banjir di Kabupaten Sidrap dan Soppeng yaitu DAS Bila Walanae (14,32 persen).
Kemudian, wilayah DAS terdampak banjir di Kabupaten Wajo yakni DAS Awo (33,41 persen) dan DAS Siwa (67,75 persen). Terkhusus untuk Kabupaten Wajo, meskipun DAS Awo dan Siwa memiliki tutupan hutan di atas angka 30 persen namun aliran sungainya juga terhubung dengan Sungai Belawae (DAS Bila Walanae yang memiliki tutupan hutan di bawah angka 30 persen) sehingga sangat memungkinkan terjadinya luapan air sungai.
Slamet menjelaskan tutupan hutan 30 persen itu sangat rendah. Padahal tutupan hutan atau vegetasi hutan ini penting untuk mengendalikan air ketika curah hujan sangat tinggi.
Meskipun curah hujannya tinggi tapi tutupan hutannya besar, luas dan lebat maka itu akan mengurangi aliran air dari wilayah hulu dan masuk ke sungai. Sebaliknya, jika tutupan hutan renda maka aliran air hujan akan langsung masuk ke badan sungai.
"Kalau badan-badan sungai sudah full, maka dia akan melebar di kanan dan kiri sungai. Itulah yang terjadi banjir," kata Slamet.