Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Idul Adha (freepik.com/wirestock)
Ilustrasi Idul Adha (freepik.com/wirestock)

Makassar, IDN Times - Pemerintah telah menetapkan hari raya Idul Adha 1446 Hijriah jatuh pada Jumat (6/5/2025). Pertanyaannya, bagaimana hukum bagi umat Islam yang melaksanakan salat Id dan salat Jumat pada hari yang sama? Apakah boleh tidak melaksanakan salat Jumat karena telah salat Id pada pagi harinya?

Simak jawaban dari KH Syamsul Bahri Abd. Hamid, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel berikut ini, dikutip dari laman muisulsel.com, Kamis (5/6/2025).

1. Ada keringanan untuk tidak salat Jumat

Ilustrasi salat berjamaah di masjid (pexels.com/Pir Sümeyra)

Syamsul Bahri mengatakan, dalam hadis terdapat terdapat keringanan (rukhshah) atas kewajiban salat Jumat bagi orang pedalaman yang menghadiri pelaksanaan salat Id di kota pada pagi hari. Karena dahulu pelaksanaan salat Jumat cuma di Madinah, sedangkan kaum muslimin banyak tinggal jauh sehingga menyulitkan mereka untuk bolak-balik.

Hadis dari Zaid bin Arqam Radhiyallāhu ‘anhu, bahwa Mu‘āwiyah bin Abī Sufyān Radhiyallāhu ‘anhu pernah bertanya kepadanya: “Apakah engkau pernah menyaksikan bersama Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam dua hari raya yang jatuh pada hari yang sama?” Ia menjawab, “Ya.” Lalu Mu‘āwiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan?” Zaid menjawab, “Beliau shalat Id, lalu memberi keringanan dalam shalat Jumat. Beliau bersabda:

مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ

"Barang siapa yang ingin shalat, silakan shalat.

2. Fleksibilitas syariat dalam mempertimbangkan kondisi umat

Ilustrasi salat Id (pexels.com/Abid Ali)

Hadist tersebut, kata Syamsul Bahri, menyatakan bahwa ketika dua hari raya (yakni Id dan Jumat) jatuh pada hari yang sama, Nabi memberikan rukhshah (keringanan) bagi umatnya untuk tidak menghadiri salat Jumat setelah melaksanakan salat Id. Redaksi “مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ” (“Barang siapa yang ingin salat, silakan salat”) menunjukkan bahwa salat Jumat menjadi tidak wajib secara mutlak, melainkan menjadi pilihan bagi sebagian orang, khususnya mereka yang telah menjalankan salat Id.

Ini memperlihatkan fleksibilitas syariat dalam mempertimbangkan kondisi umat pada waktu itu, terutama yang berada jauh dari masjid di Madinah atau yang merasa berat menjalani dua ibadah berjemaah besar di hari yang sama.

Imam Ahmad tidak mewajibkan salat Jumat, sementara imam yang lain mewajibkan. Mereka berpendapat bahwa agama memberikan keringanan bagi penduduk pedalaman yang telah bersusah payah menghadiri pelaksanaan salat Id di Madinah pada pagi hari untuk kembali ke kediaman mereka di pedalaman tanpa perlu kembali lagi untuk mengikuti salat Jumat pada siang harinya.

3. Dalam konteks sekarang, dianjurkan tetap salat Jumat

Ilustrasi salat Id (pexels.com/Mohammed Alim)

Syamsul Bahri melanjutkan, saat ini situasinya berbeda. Hampir setiap tempat memiliki masjid yang menyelenggarakan Jumat. Maka konsep penduduk kota dan penduduk pedalaman yang sulit mengakses masjid karena problem jarak atau geografis yang menyulitkan dalam kajian fiqih tidak kontekstual.

Olehnya itu KH Syamsul Bahri menghimbau agar kaum muslimin tetap wajib melaksanakan salat Jumat. Namun jika berhalangan atau punya uzur boleh menggantinya dengan shalat zuhur.

Demikianlah penjelasan tentang mendirikan shalat Jumat setelah paginya shalat Idul Adha. Semua perbedaan pendapat di atas bisa dilihat dan dipahami sesuai konteksnya masing-masing.

Editorial Team