Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251112_122357.jpg
Komisi E DPRD Sulsel saat menggelar rapat dengar pendapat, Rabu (12/11/2025), membahas dugaan ketidakadilan dalam kasus pemecatan dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis. IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Anggota DPRD Sulawesi Selatan dari Fraksi Gerindra, Marjono, menilai kasus hukum yang menjerat dua guru di Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis, mengandung unsur konspirasi dan kriminalisasi. Pandangan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi E DPRD Sulsel yang digelar di Kantor Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Sulsel, Rabu (12/11/2025).

Marjono menyebut persoalan bermula dari laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang kemudian diproses aparat penegak hukum. Dia menilai langkah pemeriksaan oleh Inspektorat Kabupaten Luwu Utara tidak sah karena sekolah tempat keduanya mengajar berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi. 

"Pak Rasnal dan Pak Abdul Muis, sepertinya beliau ini adalah korban konspirasi. Saya pakai istilah saja korban konspirasi atau kriminalisasi mulai dari level yang paling bawah," kata Marjono dalam rapat tersebut.

1 . Desak Inspektorat provinsi batalkan hasil pemeriksaan

Komisi E DPRD Sulsel saat menggelar rapat dengar pendapat, Rabu (12/11/2025), membahas dugaan ketidakadilan dalam kasus pemecatan dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis. IDN Times/Asrhawi Muin

Marjono menilai pemeriksaan yang digelar Inspektorat Kabupaten Luwu Utara tidak sah karena di luar kewenangannya. Dia kemudian mendesak Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan untuk membatalkan hasil pemeriksaan tersebut.

"Bisa enggak inspektorat provinsi menganulir itu pekerjaannya inspektorat kabupaten itu? Supaya paling tidak ini adalah langkah awal untuk membersihkan bahwa beliau ini bukan koruptor. Tidak merugikan sama sekali keuangan negara," kata Marjono. 

Marjono juga menuding Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel lalai melindungi tenaga pendidiknya yang tengah menghadapi masalah hukum. Dia menyoroti absennya pendampingan hukum dari pemerintah kepada Rasnal dan Abdul Muis selama proses persidangan.

"Begitu anggotanya berurusan dengan hukum, mestinya dipanggil, didengarkan dengan baik apa permasalahannya. Apa permasalahannya, bagaimana cara membantunya untuk selamat. Minimal difasilitasi seperti yang dikatakan oleh Kepala BKD tadi, difasilitasi pengacara," kata Marjono.

2. Soroti kejanggalan gaji dan vonis gratifikasi dua guru

Komisi E DPRD Sulsel saat menggelar rapat dengar pendapat, Rabu (12/11/2025), membahas dugaan ketidakadilan dalam kasus pemecatan dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis. IDN Times/Asrhawi Muin

Selain itu, Marjono mengungkapkan adanya kejanggalan dalam administrasi kepegawaian. Rasnal disebut tidak menerima gaji selama setahun meski belum menerima surat keputusan pemecatan resmi.

"Bayangkan ini beliau, mengajar satu tahun tidak dapat gaji. Nanti bagaimana itu BKD, makanya saya minta juga BKD penjelasan itu, bagaimana itu. Dia belum dapat surat pemencatan, dia mengajar satu tahun sampai tidak dapat gaji," katanya.

Marjono pun mendorong DPRD mengambil langkah konkret untuk menindaklanjuti hasil RDP, termasuk berkonsultasi dengan pengacara serta menyusun rekomendasi kepada pemerintah pusat. Dia juga mempertanyakan putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan vonis gratifikasi, padahal dakwaan awal tidak mencantumkan pasal tersebut.

"Ini kan tidak nyambung. Pak Muis, didakwa tiga hal. Pertama merugikan keuangan negara. Yang kedua, pungli. Yang ketiga, melakukan intimidasi. Diputus bebas. Sampai di Mahkamah Agung, divonis karena gratifikasi yang tidak ada dalam dakwaannya," kata Marjono.

3. DPRD harus bertindak untuk pastikan keadilan dua guru

Komisi E DPRD Sulsel saat menggelar rapat dengar pendapat, Rabu (12/11/2025), membahas dugaan ketidakadilan dalam kasus pemecatan dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis. IDN Times/Asrhawi Muin

Marjono menegaskan DPRD berkewajiban memastikan keadilan bagi kedua guru tersebut. Hal ini penting terutama jika terdapat indikasi penyimpangan dalam proses hukum yang mereka jalani.

Dia mengakui upaya ini memang agak terlambat, namun dia menekankan bahwa tidak ada kata terlambat untuk membantu sesama. Pernyataan itu disampaikannya karena dia merasa prihatin mendengar kondisi yang dialami kedua guru tersebut. 

"Tolong nanti DPR ini konsultasikan dengan pengacaranya ini. Supaya kita punya langkah konkret untuk membantu beliau," katanya.

Editorial Team