Andi Jufri Tenribali, Penjaga Warisan Sejarah di Museum Balla Lompoa

Makassar, IDN Times - Di tengah Kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, berdiri anggun sebuah bangunan rumah panggung berwarna cokelat tua kehitaman karena terbuat dari kayu ulin. Atapnya runcing dan tangga kayu menyambut setiap pengunjung.
Itulah Museum Balla Lompoa yang dulunya adalah istana Kesultanan Gowa. Kini, istana itu menjadi pusat pelestarian sejarah dan budaya Makassar.
Langit-langitnya tinggi, ruangannya sejuk, dan aroma kayu tua menyeruak pelan, seolah menyimpan ribuan kisah dari masa lalu. Di balik bilik-bilik kayu itu, tersimpan benda-benda pusaka kerajaan, termasuk mushaf Alquran kuno yang ditulis tangan berabad-abad silam.
Mengawal dan merawat seluruh peninggalan ini, ada sosok Andi Jufri Tenribali. Dia seorang kurator yang telah lebih dari dua dekade mengabdikan hidupnya di Balla Lompoa.
1. Museum Balla Lompoa dan napak tilas sejarah Kesultanan Gowa
Museum Balla Lompoa bukan sekadar tempat penyimpanan benda-benda bersejarah. Bangunan ini adalah rekonstruksi dari istana Kesultanan Gowa yang kini menjadi museum.
Secara harfiah,Balla Lompoa berarti rumah besar atau rumah kebesaran. Istana ini dibangun pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1936, pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-31, I Mangngi-mangngi Daeng Matutu.
Meski telah lama berdiri, namun arsitekturnya masih mempertahankan ciri khas rumah adat Makassar. Bangunannya berbentuk panggung dengan tiang-tiang kayu ulin yang kokoh.
Di dalamnya, terdapat berbagai peninggalan kerajaan, mulai dari mahkota asli, senjata pusaka, mata uang kuno, perhiasan hingga naskah-naskah kuno seperti Alquran yang ditulis tangan oleh ulama Bugis di Mekkah pada tahun 1841.
Mahkota dan senjata pusaka itu bahkan disimpan di ruang penyimpanan khusus. Senjata-senjata seperti badik dan pedang akan dikeluarkan saat ritual pembersihan benda pusaka Accera Kalompoang.
Andi Jufri Tenribali, sebagai kurator utama, bertanggung jawab atas pelestarian benda-benda ini. Salah satu cara merawatnya yaitu membuka lemari penyimpanan secara berkala agar sirkulasi udara tetap terjaga.
"Tantangan paling berat itu benda-benda pusaka. Tidak bisa dipamerkan, tersimpan di kamar khusus yang disebut Bili' (kamar) Ngaukang (benda-benda pusaka utama yang dipakai seorang penguasa raja) Kalompoang (benda kebesaran)," katanya.