Dermaga Pulau Kodingareng Lompo. IDN Times/Walhi Sulsel
Merah mengatakan, perusahaan penambang juga melanggar surat Komnas HAM yang diterbitkan pada 17 Juli 2020 lalu. Surat yang diterbitkan sebagai responsa atas aduan warga itu meminta kapal tambang berhenti beroperasi hingga ditemukan jalan keluar dan kebijakan yang tidak merugikan sebelah pihak.
Surat, kata Merah, sudah ditembuskan ke Pemprov Sulsel dan Kapolda Sulsel.
"Tapi ini juga dilanggar. Hari ini, perusahaan swasta itu tetap beroperasi. Ini juga salah satu bentuk pengabaian terhadap Komnas HAM dan surat-surat yang dikeluarkan. Malah yang terjadi sebaliknya ada upaya kriminalisasi warga," ucapnya.
Koalisi meminta Kedubes Belanda, Gubernur Sulsel dan jajaran Polda Sulsel agar merespons sikap warga yang meminta pengrukan pasir dihentikan. Nelayan Pulau Kodingareng akan terus berjuang hingga tuntutan mereka dipenuhi.
Sebelumnya Kepala Badan Kesbangpol Sulsel Asriadi Sulaiman berjanji akan menindaklanjuti pengaduan warga dan tuntutan agar penambangan pasir dihentikan. Asriadi menjelaskan sedikit soal aktivitas penambangan yang disebut sudah mengantongi izin dan telah dikaji dengan melibatkan perangkat teknis pemerintahan.
"Semua organisasi perangkat daerah (OPD) teknis telah dilibatkan. Sehingga kita tidak melakukan pelanggaran di situ. Namun, persepsi masyarakat ini yang belum sama dengan regulasi yang kami terbitkan untuk melandasi pelaksanaan kegiatan penambangan ini," katanya.
Corporate Secretary PT Pelindo IV (Persero), Dwi Rahmad Toto juga pernah mengklaim bahwa aktivitas penambangan pasir untuk Makassar New Port sudah sesuai ketentuan. Dia menyebut bahwa sesuai yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Sulsel Nomor 2 Tahurn 2019, lokasinya lebih dari seribu hektar.
Dwi mengklaim bahwa aktivitas tambang di lokasi tersebut tidak akan berdampak sampai bisa menenggelamkan pulau. Karena lokasi penambangan pasir, kata dia, sangat luas dengan jumlah deposit lebih dari 200 juta meter kubik pasir. Bahkan katanya, pasir yang disedot maksimal hanya pada kedalaman 2 meter saja.
"Tapi kan kedalaman pelayaran itu kan berfluktuasi, ada yang setengah meter, tapi maksimal 2 meter. Karena begitulah kemampuan dari alat yang ada di kapal untuk melakukan penyedotan," Dwi menjelaskan.